IHSG Mengawali Hari dengan Optimisme di Tengah Sorotan APBN dan Kebijakan The Fed

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membuka perdagangan hari ini, Selasa (23 September 2025), dengan sentimen positif. Indeks terpantau naik 26,26 poin atau 0,33% ke level 8.066,3.

Perdagangan diwarnai dengan 266 saham yang mengalami kenaikan harga, sementara 66 saham terkoreksi, dan 635 saham stagnan. Total nilai transaksi mencapai Rp 277,7 miliar, dengan volume perdagangan sebanyak 366,7 juta saham dalam 33.740 transaksi.

Saham CDIA menjadi incaran investor pada awal sesi perdagangan. Saham milik Prajogo Pangestu ini melonjak 3,36% dengan nilai transaksi terbesar mencapai Rp 112,5 miliar.

Pergerakan pasar modal dalam negeri kemarin dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal, termasuk perhatian publik terhadap konferensi pers APBN KiTa edisi September 2025 dan kebijakan ekonomi China.

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa untuk pertama kalinya tampil di hadapan publik menggantikan Sri Mulyani. Presentasi ini menjadi momen penting untuk menilai arah kebijakan fiskal di bawah kepemimpinan yang baru.

Data APBN menunjukkan kondisi yang menantang. Hingga Agustus 2025, pendapatan negara tercatat Rp1.638,7 triliun atau baru 57,2% dari target, menurun 7,8% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Belanja negara mencapai Rp1.960,3 triliun, atau 55,6% dari target.

Hari ini, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan menggelar Rapat Paripurna dengan agenda pembahasan RUU tentang APBN TA 2026 hingga Laporan Komisi XI DPR RI atas hasil uji kelayakan Calon Anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Dari kancah global, pidato Ketua The Fed Jerome Powell menjadi fokus perhatian. Pasar akan mencermati sinyal apakah The Fed akan mempertahankan kebijakan dovish setelah pemangkasan suku bunga 25 bps bulan lalu, atau justru menahan ekspektasi pelonggaran lebih lanjut karena inflasi PCE masih di kisaran 2,9%.

Jika Powell menekankan kehati-hatian, mata uang dolar berpotensi menguat kembali dan memberikan tekanan tambahan bagi aset berisiko di negara berkembang.

Kombinasi faktor-faktor tersebut menghadirkan tantangan bagi investor domestik. Di satu sisi, data fiskal menunjukkan perlunya percepatan belanja dengan defisit yang masih terkendali.

Tekanan eksternal dari data ekonomi Amerika Serikat dan arah kebijakan The Fed tetap menjadi risiko bagi nilai tukar rupiah dan IHSG. Hari ini akan menjadi ujian: apakah pasar mampu mengatasi ketidakpastian global dan fokus pada fundamental ekonomi dalam negeri, atau justru terbebani oleh aliran modal asing keluar.

Scroll to Top