Keracunan Makanan Bergizi Gratis: Kesalahan Teknis Jadi Sorotan Utama

Kasus keracunan makanan bergizi gratis (MBG) di Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat, ternyata disebabkan oleh kelalaian teknis dari Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG). Menurut Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, masalahnya terletak pada proses memasak yang terlalu dini, mengakibatkan makanan terlalu lama disimpan sebelum dibagikan.

"Informasi awal menunjukkan SPPG memasak terlalu cepat, sehingga makanan terlalu lama menunggu," ungkap Dadan saat meninjau posko penanganan keracunan MBG di Cipongkor.

Sebagai langkah antisipasi, BGN telah berkoordinasi dengan seluruh SPPG yang baru beroperasi. Mereka diminta untuk memulai proses memasak setelah pukul 01:30 siang agar selisih waktu antara memasak dan pengiriman tidak melebihi 4 jam.

Pola memasak dan distribusi menjadi kunci utama dalam menjaga kualitas makanan. SPPG yang berpengalaman dinilai sudah memiliki ritme kerja yang baik. Sementara itu, SPPG yang baru seringkali khawatir tidak dapat menyelesaikan tepat waktu, sehingga memulai produksi terlalu awal.

"Saya menginstruksikan SPPG baru untuk memulai dengan melayani 2 sekolah dari daftar 3.500 penerima manfaat di 20 sekolah. Setelah terbiasa, baru naik ke 4 sekolah, lalu 10 sekolah. Setelah proses masak dan pengiriman tepat waktu, barulah bisa memaksimalkan jumlah penerima manfaat," jelas Dadan.

Kasus serupa juga terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah, dimana SPPG mengganti pemasok bahan baku secara tiba-tiba, menurunkan kualitas makanan. "Bagi SPPG lama, penggantian pemasok harus bertahap. Jangan ada perubahan drastis," tegas Dadan. SPPG di Banggai diminta untuk menghentikan distribusi sementara.

Analisis mendalam diperlukan bagi SPPG, termasuk di Cipongkor. Distribusi MBG dihentikan sementara hingga evaluasi menyeluruh selesai.

Evaluasi tidak hanya dilakukan di Cipongkor, tetapi juga pada seluruh SPPG baru untuk mencegah kejadian serupa. Penanganan psikologis anak-anak penerima manfaat juga menjadi perhatian utama.

"Anak-anak yang mengalami gangguan pencernaan pasti trauma. Harus dikelola agar mereka kembali percaya dan merasa aman mengonsumsi makanan bergizi gratis," pungkas Dadan.

Sebelumnya, ratusan siswa di Cipongkor mengalami keracunan massal setelah menyantap makanan dari program MBG. Makanan yang dikonsumsi dimasak malam hari, tetapi baru disantap siang keesokan harinya, mengakibatkan makanan basi.

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga menyoroti kesalahan teknis dalam proses memasak dan distribusi makanan sebagai faktor utama penyebab keracunan. "Problem utamanya makanan basi karena dimasak malam, didistribusikan dan dimakan siang hari. Jarak waktunya terlalu lama," kata Dedi.

Scroll to Top