Kalimantan Timur (Kaltim) mencatatkan prestasi gemilang dengan menduduki peringkat ke-8 dalam East Ventures Digital Competitiveness Index (EV-DCI) 2025, sebuah tolok ukur daya saing digital di Indonesia. Dengan skor 47,9, Kaltim menegaskan posisinya sebagai provinsi dengan ekosistem digital terdepan di Kalimantan.
Capaian ini membuka lembaran baru bagi peningkatan partisipasi politik melalui platform media sosial. Dari 5,5 juta pengguna internet di Kaltim, sekitar 3,4 juta di antaranya aktif menggunakan media sosial. Angka ini menunjukkan potensi besar media sosial dalam membentuk opini publik dan memengaruhi dinamika politik lokal.
Namun, pesatnya pertumbuhan penggunaan media sosial juga menghadirkan tantangan tersendiri. Gelombang disinformasi atau hoaks menjadi ancaman serius, terutama menjelang pesta demokrasi. Data menunjukkan bahwa hoaks politik menjadi konten yang paling banyak beredar, seringkali dipicu oleh narasi SARA dan politik identitas.
Oleh karena itu, penting bagi para influencer lokal dan kreator konten Gen Z untuk menjunjung tinggi integritas dan tidak terjerumus dalam kampanye hitam. Konten politik yang disebarkan harus didasarkan pada verifikasi fakta, etika komunikasi, dan kepatuhan terhadap regulasi kampanye digital.
Aturan terkait kampanye digital sebenarnya sudah jelas, seperti yang tertuang dalam PKPU Nomor 15 Tahun 2023 dan UU ITE. Namun, regulasi saja tidak cukup. Literasi politik digital yang kuat menjadi kunci untuk mencegah penyebaran hoaks dan ujaran kebencian.
Dengan predikat sebagai provinsi berdaya saing digital tertinggi di Kalimantan, Kaltim memiliki peluang besar untuk menjadi contoh partisipasi politik berbasis media sosial yang sehat, damai, dan inklusif. Kolaborasi antara pemerintah, penyelenggara pemilu, dan masyarakat sipil sangat diperlukan untuk mewujudkan demokrasi digital yang berkualitas.