IHSG Terjun Bebas, Akhiri Rekor Positif di Tengah Pelemahan Rupiah

Jakarta – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi tajam pada penutupan perdagangan hari Kamis (25 September 2025), anjlok lebih dari 1% atau 85,89 poin ke level 8.040,66. Penurunan ini memutus tren positif IHSG yang sebelumnya mencatatkan rekor tertinggi selama dua hari berturut-turut.

Sentimen negatif mendominasi pasar dengan 434 saham mengalami penurunan, sementara hanya 242 saham yang berhasil naik. Sebanyak 123 saham tercatat stagnan. Aktivitas perdagangan tergolong ramai dengan nilai transaksi mencapai Rp 23,92 triliun, melibatkan 52,52 miliar saham yang berpindah tangan dalam 2,68 juta transaksi. Akibatnya, kapitalisasi pasar menyusut menjadi Rp 14.783 triliun.

Hampir seluruh sektor mengalami pelemahan, dengan sektor barang baku, teknologi, dan finansial mencatatkan penurunan terbesar. Di sisi lain, sektor konsumer primer dan properti menjadi pengecualian dengan membukukan kenaikan.

Saham-saham berkapitalisasi besar turut menjadi pendorong utama penurunan IHSG. BBRI, BRPT, dan DCII menjadi kontributor utama koreksi indeks dengan masing-masing menyumbang 16,54, 16,21, dan 10,6 indeks poin. Saham lainnya seperti AMMN, DSSA, ANTM, MDKA, ASII, BBCA, dan TLKM juga turut menekan kinerja IHSG.

Kondisi bursa regional Asia terpantau bervariasi. Indeks Nikkei 225 Jepang dan ASX 200 Australia menguat, sementara indeks Hong Kong, China, India, dan Korea Selatan melemah.

Penurunan IHSG terjadi seiring dengan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Rupiah terdepresiasi 0,39% ke level Rp16.735/US$, menandai pelemahan selama enam hari berturut-turut dan mencapai titik terendah dalam lima bulan. Sempat menyentuh Rp16.755/US$ di tengah perdagangan, rupiah sedikit membaik di akhir sesi.

Indeks Dolar AS (DXY) terpantau menguat tipis 0,01% di level 97,880. Penguatan DXY ini dipicu oleh pernyataan Ketua Federal Reserve Jerome Powell yang mengisyaratkan kehati-hatian dalam menurunkan suku bunga lebih lanjut. Hal ini diinterpretasikan pasar sebagai sinyal bahwa The Fed tidak akan terburu-buru melonggarkan kebijakan moneter.

Pelemahan rupiah diperparah oleh arus modal asing keluar dan kondisi pasar keuangan domestik yang kurang kondusif.

Scroll to Top