Jakarta digegerkan dengan pengungkapan sindikat pembobol rekening nonaktif (dormant) berskala besar. Lebih mengejutkan lagi, otak di balik penculikan dan pembunuhan kepala cabang (kacab) bank, M Ilham Pradipta, ternyata juga merupakan bagian dari jaringan kriminal ini.
Penyelidikan mendalam mengungkap keterkaitan antara kasus penculikan Ilham dengan pembobolan rekening dormant senilai Rp 204 miliar. Dua tersangka kunci, C alias K (41) dan DH (39), terbukti terlibat dalam kedua kejahatan tersebut. C alias K berperan sebagai otak penculikan dan juga dalang utama pembobolan rekening, sementara DH bertindak sebagai pencuci uang hasil kejahatan.
Dalam konferensi pers, diungkapkan bahwa sindikat ini berhasil diungkap dengan penangkapan sembilan tersangka yang terbagi dalam tiga klaster. Modus operandi mereka terbilang licik, dengan mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset dan menggunakan identitas palsu dari lembaga pemerintah untuk meyakinkan para korban.
Modus Operandi: Satgas Gadungan dan Pencucian Uang
Para pelaku menggunakan identitas palsu Satgas Perampasan Aset untuk menekan kepala cabang bank pembantu, AP (50). Dengan identitas palsu ini, mereka berhasil meyakinkan orang-orang yang direkrut untuk membantu aksi kejahatan mereka.
DH (Dwi Hartono) berperan penting dalam mencuci uang hasil pembobolan. Ia bekerja sama dengan para eksekutor untuk memindahkan dana dari rekening yang diblokir, menyamarkan asal usul uang haram tersebut.
Sembilan Tersangka dalam Tiga Klaster
Polisi menetapkan sembilan tersangka yang terbagi dalam tiga kelompok berdasarkan peran masing-masing:
Klaster Karyawan Bank:
- AP (50), Kepala Cabang Pembantu: Memberikan akses ke aplikasi Core Banking System.
- GRH (43), Consumer Relations Manager: Penghubung antara sindikat dan AP.
Klaster Pembobol:
- C (41), Dalang Utama: Mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset.
- DR (44), Konsultan Hukum: Melindungi kelompok dan merencanakan eksekusi.
- NAT (36), Mantan Pegawai Bank: Melakukan akses ilegal ke aplikasi dan pemindahbukuan.
- R (51), Mediator: Mencari dan mengenalkan kepala cabang kepada pelaku.
- TT (38), Fasilitator Keuangan Ilegal: Mengelola dan menerima aliran dana hasil kejahatan.
Klaster Pencucian Uang:
- DH (39): Bekerja sama untuk membuka blokir rekening dan memindahkan dana.
- IS (60): Menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.
Para tersangka terancam hukuman berat sesuai dengan Undang-Undang Perbankan, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-Undang tentang Transfer Dana, dan Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).