Pengakuan Palestina: Antara Harapan dan Kenyataan Pahit di Lapangan

Di Lapangan Yasser, Ramallah, berdiri patung pemuda yang mendaki tiang bendera, lambang perjuangan Palestina untuk kemerdekaan. Pengakuan Palestina oleh mayoritas negara anggota PBB (157 dari 193) adalah langkah maju. Namun, mengapa kekecewaan masih terasa di kalangan warga Palestina?

Kenyataan Pahit di Balik Pengakuan

  1. Cengkeraman Israel yang Belum Terlepas: Israel masih memegang kendali kuat atas Tepi Barat dan Gaza. Reaksi resmi Benjamin Netanyahu terhadap pengakuan ini masih ditunggu, tetapi sulit membayangkan ia akan melepaskan kendalinya. Bagi sebagian warga Palestina, pengakuan negara oleh negara-negara Barat justru terasa ironis. Mereka merasa yang dibutuhkan bukan sekadar pengakuan, melainkan keadilan nyata.

  2. Dampak Terbatas Bagi Masyarakat Gaza: Pengakuan ini mungkin berarti bagi kalangan terpelajar, tetapi kurang berdampak bagi warga Gaza yang berjuang mencari tempat berlindung dan makanan. Gaza, yang sudah lama dikenal sebagai "penjara terbuka terbesar," terus menderita akibat perang.

  3. Tepi Barat Terisolasi: Meskipun Tepi Barat tidak mengalami pemboman seperti Gaza, kondisi geografisnya menjadi hambatan menuju status negara. Jarak antara Ramallah dan Gerbang Damaskus di Yerusalem Timur hanya sekitar 20 kilometer, tetapi perjalanan ini bisa memakan waktu berjam-jam, jika diizinkan oleh Israel.

  4. Hidup Terkurung di Tepi Barat: Tembok perbatasan Israel mengelilingi Tepi Barat sepanjang 712 kilometer, memisahkan komunitas, memblokir jalan, dan membatasi pergerakan warga Palestina. Mereka harus melewati pos pemeriksaan yang ketat, berbeda dengan akses yang lebih mudah bagi pemukim Yahudi dan orang asing.

  5. Solusi Dua Negara yang Tampak Mustahil: Di tengah pemboman Gaza dan perluasan permukiman Israel di Tepi Barat, gagasan solusi dua negara terasa jauh dari kenyataan. Israel juga mengendalikan perlintasan perbatasan internasional antara Tepi Barat dan Yordania, memperumit perjalanan Mahmoud Abbas ke luar negeri.

  6. Hambatan Pergerakan yang Melumpuhkan: Data PBB menunjukkan ratusan hambatan pergerakan di Tepi Barat dan Yerusalem Timur, termasuk pos pemeriksaan, gerbang, dan penghalang jalan yang membatasi akses warga Palestina.

  7. Ekspansi Permukiman Yahudi yang Mengancam: Pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat, yang dianggap ilegal menurut hukum internasional, terus berlanjut. Ratusan ribu pemukim Yahudi tinggal di sana, dan ekspansi permukiman terus meningkat, bahkan sejak Oktober 2023. Netanyahu mengisyaratkan pembangunan lebih banyak permukiman, semakin mengubur harapan negara Palestina. Proyek perluasan permukiman seperti E1 akan memisahkan bagian utara dan selatan Tepi Barat, serta memblokir akses Palestina ke Yerusalem Timur.

  8. Kekerasan Pemukim Meningkat: Kekerasan dari pemukim terhadap warga Palestina di Tepi Barat meningkat tajam. Ratusan warga Palestina dan puluhan warga Israel tewas di Tepi Barat sejak Oktober 2023.

Pengakuan Palestina oleh banyak negara adalah langkah simbolis. Namun, tanpa perubahan nyata di lapangan, tanpa keadilan, dan tanpa penghapusan hambatan yang menghalangi kemerdekaan, pengakuan ini hanya akan menjadi kata-kata hampa bagi banyak warga Palestina.

Scroll to Top