Film "One Battle After Another" disebut-sebut sebagai mahakarya Hollywood terkini. Dari segi naskah hingga eksekusi teknis, film ini memenuhi semua kriteria untuk menjadi tontonan berkualitas.
Keunggulan utama film ini terletak pada tangan dingin Paul Thomas Anderson (PTA), sang penulis sekaligus sutradara. Ia berhasil meramu setiap elemen film dengan proporsi yang pas. Keseimbangan ini menciptakan kedalaman dan detail yang memikat. Durasi film yang hampir tiga jam pun tidak terasa membosankan berkat alur cerita yang dinamis.
Terinspirasi dari novel "Vineland" karya Thomas Pynchon, "One Battle After Another" menyajikan alur cerita yang kompleks dengan berbagai karakter. PTA mampu mengelola tempo cerita dengan baik, memperkenalkan setiap karakter dengan cermat.
Film ini berkisah tentang perjalanan seorang mantan revolusioner Amerika Serikat yang harus menghadapi musuh lamanya, seorang kolonel tentara. Awalnya, saya mengira film ini akan didominasi oleh pertempuran antara kelompok revolusioner dan rezim tirani. Namun, PTA ternyata menyuguhkan lebih dari itu.
Meskipun mengangkat isu sosial yang serius, seperti Amerika Serikat di bawah rezim fasis, perburuan imigran, dwifungsi tentara dan polisi, serta munculnya kelompok supremasi kulit putih dan revolusioner, PTA juga menyelipkan drama keluarga yang menyentuh hati. Hubungan antara Bob Ferguson (Leonardo DiCaprio) dan Willa Ferguson (Chase Infiniti) menjadi inti cerita yang personal dan dekat dengan penonton.
PTA juga melakukan gebrakan dengan mengubah gaya penyutradaraannya. Ia yang dikenal dengan tempo lambat dan nuansa muram, kini menyajikan film dengan tempo yang lebih cepat dan penuh aksi. "One Battle After Another" terasa seperti film laga berkualitas tinggi dengan cerita yang jauh lebih dalam.
Para aktor pun memberikan penampilan yang memukau. Leonardo DiCaprio berhasil memerankan Bob Ferguson dengan meyakinkan, baik sebagai mantan revolusioner yang dihantui masa lalu maupun sebagai ayah tunggal yang protektif. Sean Penn juga tampil menawan sebagai Kolonel Steven J. Lockjaw, sosok tentara jahat yang mencerminkan kengerian fasisme dan supremasi kulit putih. Debut Chase Infiniti sebagai Willa juga patut diacungi jempol. Aktor-aktor lain seperti Benicio del Toro dan Teyana Taylor juga memberikan kontribusi yang signifikan.
Secara keseluruhan, "One Battle After Another" adalah tontonan lengkap yang menghibur sekaligus memberikan komentar sosial yang lugas. Film ini memenuhi syarat untuk menjadi tontonan abadi. Keberanian PTA dalam menempuh rute baru seharusnya membuahkan banyak penghargaan, termasuk Oscar pertama untuknya setelah 11 nominasi yang belum membuahkan hasil.