Interpol Indonesia terus memburu para buronan kasus jasa keuangan, termasuk Michael Steven, pemilik Grup Kresna, dan Evelina Pietruschka, pemilik Wanaartha Life.
Sekretaris NCB Interpol, Untung Widyatmoko, mengungkapkan bahwa Michael Steven telah masuk dalam daftar red notice sejak 19 September 2025. Namun, tidak semua red notice dipublikasikan secara terbuka, sebagian hanya untuk aparat penegak hukum dan imigrasi.
Untung enggan memberikan detail mengenai keberadaan Michael dan Evelina. Namun, ia mengonfirmasi bahwa anak Evelina, Rezanantha Pietruschka, sempat ditangkap di California, Amerika Serikat, namun kemudian dibebaskan dengan jaminan.
"Reza sempat tertangkap di California. Namun, karena memiliki jaminan, pelaku tindak pidana ekonomi cenderung kaya dan mampu menyewa pengacara. Mereka seringkali mengajukan permohonan agar red notice Interpol dicabut dengan alasan kasus tersebut bersifat perdata, bukan pidana," jelas Untung.
Interpol Indonesia menjalin komunikasi dengan berbagai pihak di AS, termasuk U.S. Department of Homeland Security, U.S. Immigration and Customs Enforcement (ICE), dan Federal Bureau of Investigation (FBI), untuk menangkap keluarga Pietruschka.
Wanaartha Life mengalami gagal bayar dengan total dana kelolaan mencapai Rp17 triliun. Selain direksi, pemilik perusahaan, seperti Manfred Armin Pietruschka, Evelina Larasati Fadil, dan Rezanantha Pietruschka, juga menjadi tersangka dalam kasus ini.
Sementara itu, Michael Steven berada di balik Kresna Life, perusahaan asuransi yang mengalami gagal bayar hingga Rp6,4 triliun dari sekitar 8.900 pemegang polis.
Baru-baru ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bersama Kepolisian Negara Republik Indonesia berhasil menangkap dan memulangkan Adrian Gunadi, eks CEO dan Founder Investree, yang juga mengalami gagal bayar.
Penangkapan Adrian dilakukan hampir setahun setelah izin usaha Investree dicabut pada 21 Oktober 2024. Adrian masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) pada 20 Desember 2024, dan red notice sejak 7 Februari 2025. Total kerugian dari kasus Investree mencapai Rp2,7 triliun. Adrian dijerat dengan berbagai pasal terkait perbankan dan pengembangan sektor jasa keuangan, dengan ancaman pidana penjara hingga 10 tahun.