Tragedi tsunami yang menerjang Jepang pada tahun 2011 meninggalkan bekas luka mendalam bagi masyarakat. Bencana alam ini datang di luar perkiraan, mengubah segalanya dalam sekejap.
Pada 11 Maret 2011, Ryo Kanouya, seorang saksi mata, mengisahkan hari itu dimulai seperti biasa. Ia berangkat kerja dan tenggelam dalam rutinitas kantor. Namun, ketenangan itu pecah pada pukul 15.30 waktu setempat. Getaran gempa dahsyat mengguncang wilayah Fukushima, memicu kepanikan massal.
Bangunan bergoyang hebat, orang-orang berhamburan mencari selamat. Gempa berkekuatan besar itu meluluhlantakkan infrastruktur, merobohkan bangunan, pohon, dan tiang listrik. Setelah 6 menit yang mencekam, gempa mereda, namun ancaman belum berakhir.
Peringatan tsunami segera dikeluarkan, mengumumkan potensi gelombang setinggi tiga meter. Perusahaan memerintahkan karyawan untuk pulang dan membantu warga. Ryo bergegas menuju rumahnya yang hanya berjarak satu kilometer dari pantai.
Di rumah, keluarganya menenangkan Ryo, berpikir bahaya telah berlalu. Namun, firasat buruk Ryo terbukti benar. Dari jendela, ia menyaksikan air laut bergerak cepat, menerjang rumahnya dengan kekuatan luar biasa. Gelombang tinggi menyapu tempat tinggalnya, menyeret Ryo dalam pusaran air. Diketahui kemudian, tinggi gelombang mencapai 40 meter.
Terombang-ambing di air, Ryo pasrah. Ia melihat banyak orang tenggelam, berjuang di atas puing-puing, atau sudah tak bernyawa. "Lebih baik saya menghembuskan udara yang tersisa di paru-paru saya untuk mati," kenang Ryo.
Saat air surut, Ryo menginjak tanah yang rata dengan tanah. Banyak korban berjatuhan, namun ia bersyukur selamat tanpa luka. Ayah, ibu, dan saudara perempuannya pun selamat, meski neneknya hilang dan diduga meninggal dunia.
Gempa berkekuatan M9 memicu gelombang tsunami setinggi 40 meter yang bergerak dengan kecepatan 700 Km/Jam. Bencana ini menyebabkan lebih dari 18.500 orang meninggal, ribuan lainnya hilang atau terluka, dan menghancurkan ribuan rumah.
Malapetaka tak berhenti di situ. Keesokan harinya, reaktor nuklir Fukushima bocor, mencemari lingkungan dan memaksa penduduk mengungsi. Fukushima menjadi kota tak berpenghuni, menambah derita para korban.