Industri Farmasi Singapura Cemas dengan Kebijakan Tarif Impor AS

Industri farmasi Singapura menghadapi tantangan baru setelah Presiden AS, Donald Trump, mengumumkan pengenaan tarif impor sebesar 100% untuk produk obat bermerek. Kebijakan ini memicu kekhawatiran di kalangan perusahaan farmasi Singapura, yang kini tengah berupaya mencari cara untuk menghindari dampak tarif yang tinggi.

Wakil Perdana Menteri Singapura, Gan Kim Yong, menyatakan bahwa sejumlah perusahaan farmasi di negaranya sedang mengevaluasi produk mereka untuk menentukan apakah memenuhi syarat pengecualian tarif yang ditetapkan oleh AS.

Ekspor produk farmasi Singapura ke AS mencapai angka US$ 3,1 miliar, yang sebagian besar terdiri dari obat-obatan bermerek. Meskipun tarif impor yang tinggi diberlakukan, Trump menawarkan pengecualian bagi perusahaan yang bersedia membangun pabrik di AS.

Sektor farmasi menyumbang sekitar 13% dari total ekspor Singapura ke AS. Banyak perusahaan farmasi di Singapura telah mempertimbangkan untuk memperluas atau mendirikan bisnis di AS sebagai respons terhadap kebijakan tarif ini. Tujuannya adalah untuk memenuhi syarat pengecualian dan mempertahankan akses ke pasar AS.

Pemerintah Singapura aktif bernegosiasi dengan AS untuk membahas kemungkinan pengecualian tarif, tidak hanya untuk sektor farmasi tetapi juga untuk semikonduktor. Singapura berharap dapat mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak dan memungkinkan perusahaan farmasinya untuk tetap kompetitif di pasar AS.

Sebelumnya, Singapura menikmati tarif impor sebesar 10% berdasarkan perjanjian perdagangan bebas yang berlaku sejak tahun 2004. Rencana pengenaan tarif baru ini tidak hanya mengancam permintaan terhadap produk farmasi Singapura, tetapi juga berpotensi berdampak pada ekspor semikonduktor dan barang elektronik konsumen, yang secara keseluruhan menyumbang 40% dari ekspor Singapura ke AS.

Scroll to Top