Serangan militan Hamas ke Israel pada 7 Oktober 2023 terus menuai kontroversi. Meski dikutuk Presiden Palestina Mahmoud Abbas di Sidang Majelis Umum PBB, Hamas justru membela aksinya tersebut.
Seorang pejabat senior Hamas, Ghazi Hamad, menyatakan bahwa serangan itu merupakan "momen emas" yang membuka mata dunia terhadap kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina. Ia berpendapat bahwa setelah serangan tersebut, dunia internasional mulai menyadari dan mengutuk tindakan brutal Israel.
"Jika Anda melihat Majelis Umum kemarin, 194 negara membuka mata mereka dan melihat kekejaman serta kebrutalan Israel. Mereka mengutuk Israel. Kami telah menunggu momen ini selama 77 tahun," ujar Hamad.
Hamad mengakui bahwa perang antara Hamas dan Israel telah menyebabkan penderitaan yang mendalam bagi rakyat Palestina. Namun, ia menegaskan bahwa Hamas merasa tidak memiliki pilihan lain selain memperjuangkan hak-hak mereka.
Serangan 7 Oktober 2023 mengakibatkan 1.200 orang tewas di pihak Israel dan 250 orang disandera. Israel membalas dengan agresi brutal ke Jalur Gaza yang menewaskan lebih dari 65.400 orang, sebagian besar anak-anak dan perempuan.
Presiden Abbas mengutuk serangan tersebut dan menegaskan bahwa Hamas tidak mewakili bangsa Palestina.
Terkait tuduhan bahwa Hamas menggunakan tawanan sebagai perisai manusia, Hamad membantah dan mengklaim bahwa para tawanan diperlakukan dengan baik sesuai ajaran Islam.
Menanggapi tuntutan internasional agar Hamas meletakkan senjata, Hamad menyatakan bahwa seluruh perlengkapan militer Hamas akan diserahkan kepada militer Palestina setelah negara Palestina resmi berdiri. Namun, ia menegaskan bahwa Hamas akan tetap eksis dan terus bersenjata sampai Palestina benar-benar merdeka.