Aksi walk out (WO) oleh delegasi berbagai negara saat Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, hendak berpidato di Sidang Umum PBB menuai sorotan. Reaksi ini memunculkan pertanyaan tentang dampak sebenarnya bagi Israel.
Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia (UI) menyoroti bahwa aksi WO ini memberikan tekanan moral yang signifikan, tidak hanya kepada Israel, tetapi juga kepada Amerika Serikat (AS). Langkah ini mengisyaratkan bahwa dunia internasional sulit untuk mentolerir kekerasan yang terjadi di Gaza.
Tindakan WO ini merupakan bentuk ketidaksetujuan global terhadap agresi Israel di Gaza, yang diklaim sebagai hak membela diri pasca serangan mendadak Hamas pada 7 Oktober 2023. Lebih dari itu, WO ini juga merupakan wujud protes terhadap potensi genosida yang dilakukan Israel. Tindakan Israel yang menyebabkan puluhan ribu warga sipil menjadi korban dinilai sebagai kekejaman, bahkan mengarah pada genosida atau pembersihan etnis.
Akibatnya, hanya AS dan segelintir negara yang tetap berada di ruangan dan menerima penjelasan Netanyahu mengenai tindakan Israel sebagai upaya membela diri dari serangan Hamas, serta upaya pembebasan sandera.
Seperti yang disaksikan secara luas, delegasi dari berbagai negara berbondong-bondong meninggalkan ruangan saat Netanyahu bersiap menyampaikan pidatonya di Sidang Umum PBB ke-80 di New York. Aksi ini menjadi sinyal kuat penolakan terhadap kebijakan dan tindakan Israel di mata dunia.