Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, santer terdengar akan dicalonkan untuk menduduki kursi kepemimpinan pemerintahan transisi di Gaza setelah konflik berakhir.
Ide ini kabarnya mendapat sokongan dari Amerika Serikat.
Blair diusulkan untuk mengetuai sebuah badan bernama Otoritas Transisi Internasional Gaza (GITA). Lembaga ini direncanakan memiliki wewenang penuh, baik secara politik maupun hukum, di Gaza selama lima tahun ke depan.
Rancangan ini terinspirasi dari model pemerintahan yang mengawal transisi Timor Leste dan Kosovo menuju kemerdekaan.
Menurut laporan, GITA akan memulai operasinya di el-Arish, Mesir, yang lokasinya dekat dengan perbatasan selatan Gaza. Secara bertahap, GITA akan masuk ke Gaza dengan pengawalan pasukan internasional yang disetujui PBB. Rencananya, warga Palestina tidak akan dipaksa mengungsi dari Gaza.
Jika rencana ini disetujui, Blair akan mengepalai sebuah sekretariat yang terdiri dari sekitar 25 orang dan memimpin dewan beranggotakan 7 orang.
Namun, nama Blair cukup kontroversial di kalangan warga Palestina. Ia dianggap menghambat perjuangan mereka untuk mencapai status negara.
Sampai saat ini, belum ada kepastian apakah Blair akan benar-benar memimpin pemerintahan Palestina.
Blair dilaporkan turut serta dalam pertemuan yang dipimpin oleh Presiden AS Donald Trump pada akhir Agustus lalu untuk membahas konflik Israel di Gaza dan rencana pemulihan pascakonflik di wilayah tersebut.