Nama Samsudin Andi Arsyad, atau yang akrab disapa Haji Isam, semakin mencuat di dunia bisnis Indonesia. Kekayaannya meroket seiring dengan melambungnya harga saham perusahaan-perusahaan yang dimilikinya.
Kenaikan harga saham yang signifikan membuat saham-saham milik Haji Isam menjadi sorotan Bursa Efek Indonesia (BEI) dan bahkan beberapa kali mengalami suspensi. Meskipun namanya kini semakin dikenal, Haji Isam tergolong sebagai orang kaya baru jika dibandingkan dengan nama-nama besar seperti keluarga Salim, Wijaya, atau Hartono.
Lonjakan kekayaan Haji Isam terjadi dalam beberapa tahun terakhir, terutama setelah perusahaannya melakukan penawaran umum perdana (IPO) di BEI. Sebagian kekayaannya juga berasal dari kepemilikan saham di perusahaan non-publik.
Menurut perhitungan, total kekayaan Haji Isam yang terikat langsung dan tidak langsung melalui JARR mencapai Rp 30,97 triliun. Sementara itu, kekayaan keluarganya yang terikat secara tidak langsung melalui PGUN mencapai Rp 67,54 triliun. Terakhir, kekayaannya yang terikat di TEBE melalui kepemilikan tidak langsung bernilai Rp 2,79 triliun. Dengan demikian, total kekayaan Haji Isam di perusahaan publik yang tercatat di BEI mencapai Rp 101,3 triliun atau lebih dari US$ 6,1 miliar.
Angka ini melampaui kekayaan sejumlah nama besar yang telah lebih dulu masuk dalam daftar orang terkaya versi Forbes, seperti bos Alfamart Djoko Susanto (US$ 2,7 miliar) dan pemilik emiten tambang nikel Harita (NCKL) Lim Hariyanto (US$ 5,2 miliar).
Meskipun kekayaannya telah menembus Rp 100 triliun, nama Haji Isam belum masuk dalam daftar orang terkaya Forbes. Namun, ini bukan pertama kalinya Forbes terlambat merilis nama-nama baru dalam daftar tersebut. Beberapa waktu lalu, taipan tambang Agus Projo dan pihak-pihak lain yang memiliki saham AMMN baru masuk daftar orang terkaya pada publikasi tahunan di bulan Desember, padahal mereka telah resmi menjadi miliarder sejak AMMN melantai di bursa pada pertengahan tahun.
Forbes, yang terkenal dengan publikasi daftar orang terkaya di seluruh dunia, menggunakan nilai kekayaan bersih untuk menghitung dan menentukan kekayaan para miliarder. Nilai kekayaan bersih dihitung dengan mengurangkan total aset dengan total liabilitas. Aset yang dihitung meliputi seluruh aset, baik lancar maupun tetap, sementara liabilitas juga dihitung secara keseluruhan, baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Forbes menilai berbagai aset, termasuk perusahaan swasta, properti, seni, dan lain-lain. Mereka juga memperhitungkan harga saham yang dimiliki oleh para miliarder dan nilai tukar mata uang. Karena harga saham dan nilai tukar selalu fluktuatif, Forbes mengakui bahwa posisi seseorang dalam daftar mereka dapat dengan mudah naik atau turun. Perhitungan ini umumnya digunakan bagi mereka yang memiliki saham di perusahaan terbuka atau yang sudah terdaftar di bursa saham.