Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali dilanda dualisme kepemimpinan pasca-Muktamar yang digelar di Ancol, Jakarta Utara. Perhelatan yang seharusnya menjadi ajang konsolidasi justru memunculkan dua nama yang saling mengklaim sebagai Ketua Umum.
Pada Muktamar tersebut, Muhammad Mardiono terpilih secara aklamasi dan disetujui oleh mayoritas peserta. Amir Uskara, Pimpinan Sidang Muktamar, menegaskan bahwa pemilihan Mardiono sesuai dengan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) karena hanya Mardiono yang hadir langsung di lokasi.
Mardiono sendiri menyatakan kesiapannya mengemban amanah dan menjelaskan alasan percepatan pemilihan ketua umum. Menurutnya, percepatan dilakukan untuk menghindari potensi keributan yang tercium sejak awal, sesuai dengan AD/ART partai yang membolehkan percepatan dalam kondisi darurat. Ia mengklaim keputusan ini disetujui oleh sebagian besar pemilik suara.
Namun, penetapan Mardiono ditolak oleh sebagian kader. Muhamad Romahurmuziy (Romy), Ketua Majelis Pertimbangan PPP, menyebut penetapan Mardiono tidak sah. Romy mengumumkan bahwa Agus Suparmanto terpilih menjadi Ketua Umum PPP periode 2025-2030. Menurutnya, Muktamar masih berlangsung hingga pukul 22.30 WIB dan pemilihan Agus Suparmanto telah sesuai AD/ART.
Romy menambahkan bahwa tim formatur yang melibatkan perwakilan pusat dan wilayah akan segera menyusun kepengurusan partai.
Menanggapi hal ini, Ketua Bidang Hukum DPP PPP, Andi Surya Wijaya, menyatakan bahwa penetapan Agus Suparmanto sebagai ketua umum adalah ilegal karena tidak memenuhi kuorum dan tidak sesuai AD/ART partai. Andi menegaskan dukungannya kepada Muhamad Mardiono sebagai ketua umum terpilih.
Andi menjelaskan bahwa Mardiono adalah satu-satunya calon yang memenuhi syarat pencalonan, yaitu pernah menjadi pengurus harian DPP atau menjabat minimal satu periode di struktur pusat.
Dengan demikian, PPP kembali menghadapi tantangan internal yang signifikan, dengan dua kubu yang bersaing memperebutkan tampuk kepemimpinan partai. Situasi ini tentu akan mempengaruhi persiapan PPP dalam menghadapi agenda politik mendatang.