Jurnal Predator: Benarkah Frekuensi Terbitan Jadi Penentu?

Isu jurnal predator seringkali menghantui para akademisi. Muncul keraguan, apakah jurnal yang menerbitkan banyak artikel dalam setahun otomatis bisa dicap sebagai jurnal predator?

Seorang guru besar dari Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMMA) menegaskan bahwa penilaian jurnal predator tidak bisa hanya didasarkan pada frekuensi penerbitannya. Dalam dunia penerbitan jurnal internasional, sistem yang lazim adalah volume tahunan. Di Indonesia, seringkali satu volume dibagi menjadi beberapa edisi. Namun, kini banyak jurnal besar beralih ke sistem continuous publication, di mana artikel langsung diterbitkan begitu diterima, tanpa menunggu edisi tertentu.

Jadi, apakah peningkatan jumlah artikel terbit otomatis menjadikan jurnal predator? Jawabannya, tidak selalu. Kualitas dan transparansi menjadi dua aspek krusial yang harus diperhatikan.

Peningkatan jumlah artikel harus sejalan dengan peningkatan jumlah editor. Jika jumlah artikel melonjak namun kualitasnya menurun, jurnal tersebut patut dicurigai. Namun, jika kualitas tetap terjaga seiring dengan bertambahnya jumlah artikel, maka tidak ada masalah.

Intinya, jurnal predator bukan sekadar soal banyaknya edisi atau artikel, tetapi tentang bagaimana jurnal tersebut menjaga kualitas, integritas, dan transparansi. Memahami hal ini sangat penting bagi para peneliti agar tidak salah memilih wadah publikasi. Publikasi ilmiah bukan hanya untuk memenuhi kewajiban, tetapi juga untuk menjaga kehormatan ilmu pengetahuan dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat.

Scroll to Top