Salamander Raksasa China: Antara Fosil Hidup dan Persilangan Genetik

Salamander raksasa China, salah satu amfibi terbesar di dunia, menyimpan kisah evolusi yang membentang hingga 170 juta tahun lalu. Ukurannya yang hampir menyamai manusia kecil membuatnya dijuluki "fosil hidup". Namun, di era modern, tantangan baru muncul: hibridisasi.

Salamander ini, yang dapat tumbuh hingga 1,8 meter, berasal dari sungai-sungai pegunungan di China Tengah. Penampilannya yang unik, dengan kepala datar, mata kecil, dan kulit keriput, membuatnya sering disalahartikan sebagai batu atau dinosaurus pipih.

Sayangnya, salamander raksasa China terdaftar sebagai spesies "sangat terancam punah" oleh IUCN. Penangkapan berlebihan menjadi penyebab utama, karena hewan langka ini dihargai sebagai hidangan lezat dan bahan pengobatan tradisional di China.

Pada periode 1960-an hingga 1970-an, ratusan salamander ini diimpor ke Jepang sebagai makanan eksotis dan hewan peliharaan. Meskipun ada upaya pembatasan pada tahun 1973, perdagangan ini terus berlanjut. Banyak pedagang akhirnya melepaskan salamander-salamander ini ke alam liar Jepang.

Di ekosistem baru ini, salamander China bertemu dengan kerabat dekatnya, salamander raksasa Jepang. Para ilmuwan menemukan bahwa kedua spesies ini mulai kawin silang, menghasilkan hibrida. Studi tahun 2024 pada salamander di Sungai Kamogawa, Kyoto, dan koleksi pribadi menunjukkan adanya individu hibrida yang merupakan campuran genetik dari kedua spesies. Bahkan, keturunan hibrida ini juga kawin dengan sesamanya atau dengan spesies "murni secara genetik", menciptakan percampuran gen yang lebih kompleks.

Lebih jauh lagi, identifikasi spesies salamander raksasa ini ternyata lebih rumit dari yang diperkirakan. Pada tahun 2019, terungkap bahwa salamander raksasa China sebenarnya terdiri dari tiga spesies berbeda, dengan salamander raksasa China Selatan sebagai yang terbesar. Penelitian terbaru di tahun 2024 bahkan menunjukkan kemungkinan adanya sembilan spesies berbeda.

Pembagian ini mempersulit upaya konservasi. Perlindungan yang ada untuk beberapa spesies yang telah diakui tidak secara otomatis berlaku untuk spesies yang baru diidentifikasi, yang banyak di antaranya belum memiliki nama resmi.

Di Jepang, masalah konservasi diperumit oleh adanya hibrida. Tidak ada salamander China liar murni yang terlihat di Jepang sejak 2011, menandakan kepunahannya di sana. Spesies ini juga terancam punah di negara asalnya, China.

Para konservasionis kini berlomba-lomba mencari salamander raksasa terakhir yang masih hidup, terutama betina, untuk memulai program pengembangbiakan dan melindungi masa depan mereka. Tantangannya adalah memisahkan spesies China dan Jepang, yang sangat mirip dan sulit dibedakan tanpa tes DNA.

Scroll to Top