Jakarta – Mayoritas mata uang di kawasan Asia mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Selasa (30 September 2025).
Berdasarkan data terkini, hampir seluruh mata uang Asia berada di bawah tekanan greenback. Hanya rupee India yang mencatatkan penguatan tipis, sementara baht Thailand menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di antara mata uang Asia lainnya.
Baht Thailand melemah 0,28% menjadi THB32,28 per dolar AS. Diikuti oleh won Korea yang terdepresiasi sebesar 0,21% ke level KRW 1402,8 per dolar AS.
Rupiah berada di urutan ketiga sebagai mata uang dengan pelemahan terbesar. Mata uang Garuda terkoreksi ke level Rp16.690 per dolar AS atau melemah 0,15%, setelah sempat menguat 0,09% di awal perdagangan.
Dolar Taiwan dan peso Filipina juga mengalami penurunan masing-masing sebesar 0,09% dan 0,07% ke level TWD 30,512 per dolar AS dan PHP 58,038 per dolar AS.
Yuan China pun tak luput dari tekanan, melemah 0,06% ke posisi CNY 7,1239 per dolar AS. Dolar Singapura dan yen Jepang sama-sama tertekan 0,05%.
Di tengah tren pelemahan ini, rupee India justru menguat tipis 0,01% terhadap dolar AS, berada di level INR 88,667 per dolar AS.
Pelemahan mata uang Asia ini terjadi seiring dengan penguatan indeks dolar AS (DXY) sebesar 0,09% ke level 97,994, setelah mengalami pelemahan dalam dua hari sebelumnya.
Penguatan dolar AS dipicu oleh meningkatnya risiko government shutdown di Amerika Serikat, mengingat tenggat pendanaan pemerintah AS pada 1 Oktober semakin dekat. Jika kebuntuan ini berlanjut, sejumlah data ekonomi penting berpotensi tertunda perilisannya.
Kebuntuan anggaran ini terjadi karena belum adanya kesepakatan antara Presiden AS dan pihak oposisi terkait rancangan anggaran belanja pemerintah. Kondisi ini menambah ketidakpastian pasar, terutama menjelang rilis data ketenagakerjaan September pada Jumat mendatang.
Selain laporan non-farm payrolls, pasar juga akan memantau data lowongan kerja, penggajian sektor swasta, serta indeks manufaktur ISM sebagai indikator arah ekonomi AS.
Presiden The Fed New York, John Williams, sebelumnya menyatakan bahwa tanda-tanda awal pelemahan pasar tenaga kerja menjadi dasar dukungannya terhadap pemangkasan suku bunga pada pertemuan bulan lalu.
Saat ini, pelaku pasar memperkirakan peluang pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps pada Oktober, dengan total pelonggaran mencapai 42 bps hingga akhir tahun.