Sebuah penemuan revolusioner mengguncang dunia astronomi. Ilmuwan baru saja mengungkap keberadaan awan molekuler raksasa yang sebelumnya tak terdeteksi, berlokasi relatif dekat dengan Bumi dan tata surya kita. Awan yang dinamai Eos, terinspirasi dari dewi fajar Yunani, menjanjikan pemahaman baru tentang kelahiran bintang dan planet.
Misteri yang "Bersinar dalam Kegelapan"
Berbeda dari awan molekuler pada umumnya yang terdeteksi melalui gelombang radio atau inframerah berkat keberadaan karbon monoksida (CO), Eos tertangkap berkat pancaran cahaya ultraviolet jauh (far-ultraviolet) yang dipancarkan oleh hidrogen molekuler—komponen utama pembentuk bintang dan planet.
"Ini adalah kali pertama sebuah awan molekuler ditemukan melalui pengamatan langsung pancaran hidrogen molekuler di wilayah ultraviolet jauh," ujar ketua tim peneliti. "Awan ini benar-benar bersinar dalam kegelapan."
Dekat, Namun Lolos dari Perhatian
Meskipun berjarak sekitar 300 tahun cahaya dari Bumi, Eos luput dari pengamatan selama ini karena komposisinya yang hampir seluruhnya terdiri dari gas hidrogen molekuler yang tidak memancarkan sinyal karbon monoksida yang biasa digunakan untuk pendeteksian. Hal ini menjadikannya tergolong "CO-dark", atau tidak menunjukkan jejak karbon monoksida.
Awan ini diperkirakan memiliki massa sekitar 3.400 kali massa matahari dan membentang seluas 40 kali diameter bulan purnama di langit, menjadikannya salah satu struktur terbesar yang pernah diamati. Peneliti memperkirakan Eos akan menghilang dalam kurun waktu sekitar 6 juta tahun.
Potensi Tempat Lahirnya Bintang
Awan molekuler seperti Eos adalah materi dasar pembentuk bintang. Di dalam ruang antarbintang, gas dan debu bergabung membentuk struktur yang kelak dapat menjadi bintang atau planet.
"Kita sering mengamati sistem tata surya baru yang sedang terbentuk, tetapi kita tidak tahu secara detail bagaimana prosesnya dimulai," kata seorang peneliti. "Penemuan Eos memberi kita kesempatan langka untuk mengamati proses tersebut secara langsung."
Ditemukan Berkat Data Lama
Eos ditemukan berkat data dari instrumen FIMS-SPEAR, sebuah spektrograf ultraviolet jauh yang terpasang pada satelit Korea Selatan STSAT-1. Data ini baru dipublikasikan pada 2023, dan di sinilah penemuan Eos dimulai.
Metode baru ini membuka peluang untuk menemukan awan tersembunyi lainnya di galaksi kita, bahkan hingga batas kosmik terjauh. Cahaya fluoresens dari hidrogen molekuler di ultraviolet jauh dapat mengubah pemahaman kita tentang medium antarbintang.
Tim peneliti juga mengklaim telah menemukan gas molekuler paling jauh dari matahari menggunakan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST). Mereka mungkin telah menemukan molekul hidrogen yang paling dekat dan paling jauh dari matahari.
Menurut peneliti, hidrogen dalam awan Eos berasal dari 13,6 miliar tahun lalu, saat Big Bang terjadi. Atom-atom ini bermigrasi dan berkumpul di sekitar matahari, menunjukkan perjalanan panjang sebelum menjadi bagian dari awan raksasa ini.
Kisah Eos bukan sekadar penemuan astronomi, melainkan juga tentang inovasi ilmiah dan kemampuan manusia untuk mengungkap rahasia alam semesta dari cahaya paling samar di kegelapan antariksa.