Qatar, negara yang namanya kian santer terdengar dalam upaya mendamaikan berbagai konflik pelik di Timur Tengah. Terbaru, Qatar menjadi wadah mediasi antara Hamas dan Israel, yang perang sengitnya telah merenggut puluhan ribu nyawa.
Usulan perdamaian Gaza yang digagas oleh Presiden Trump pun diupayakan melalui peran aktif Qatar. Dukungan langsung dari negara-negara Arab, termasuk Qatar dan Arab Saudi, menunjukkan keseriusan upaya ini, setelah sebelumnya mendapat lampu hijau dari sekutu AS di Eropa.
Laporan dari Sky Sport Arab, mengutip Jerusalem Post, menyebutkan bahwa Qatar dan beberapa negara Arab lainnya menyatakan "kemampuan untuk membujuk Hamas agar menyetujui kesepakatan, termasuk demiliterisasi atau pelucutan senjata."
Bukan hanya konflik Israel-Palestina, Qatar juga turut berperan dalam mediasi konflik Rusia-Ukraina, serta berbagai ketegangan lain seperti antara Amerika Serikat dan Taliban, krisis sektarian di Lebanon, hingga potensi perang Iran-Israel.
Kepercayaan yang diberikan kepada Qatar bahkan meluas hingga kelompok-kelompok yang kerap dicap garis keras, seperti Taliban dan Ikhwanul Muslimin, yang bersedia berunding di sana. Perjanjian Doha 2012, yang diinisiasi Qatar, bahkan berhasil menyatukan Hamas dan Fatah dalam pembentukan pemerintahan persatuan di Palestina.
Dulu, peran penengah konflik internasional didominasi oleh negara-negara adidaya. Namun, lanskap ini berubah seiring dengan meningkatnya keterlibatan internasional Qatar. Putaran Doha 2001, sebagai bagian dari perundingan dagang Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), menjadi titik balik yang membuka jalan bagi peran yang lebih signifikan bagi Qatar di kancah global. Sejak saat itu, negara kaya minyak dan gas ini terus memperluas jejaknya dalam diplomasi internasional.