Mengenal Lebih Dekat Profesi Ahli Gizi: Kualifikasi, Peran, dan Perbedaannya dengan Profesi Sejenis

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah menjadi perhatian publik memunculkan pertanyaan penting tentang siapa yang idealnya bertanggung jawab dalam perancangan dan pelaksanaannya. Keberadaan tenaga profesional di bidang gizi menjadi krusial untuk memastikan efektivitas program ini. Namun, siapakah sebenarnya yang termasuk dalam kategori tenaga gizi atau ahli gizi, dan apa perbedaan mendasar antara mereka dengan profesi lain yang juga berkaitan dengan nutrisi?

Kualifikasi Ahli Gizi, Nutrisionis, dan Dietisien

Istilah "ahli gizi" seringkali digunakan secara umum. Namun, secara regulasi, terdapat kualifikasi khusus untuk menjadi seorang tenaga gizi atau ahli gizi yang diakui.

Berdasarkan peraturan yang berlaku, tenaga gizi di Indonesia dikelompokkan menjadi:

  • Lulusan D3 Gizi (A.Md.Gz): Ahli Madya Gizi
  • Lulusan D4 Gizi (S.Tr.Gz): Sarjana Terapan Gizi
  • Lulusan S1 Gizi (S.Gz): Sarjana Gizi/Nutrisionis
  • Lulusan Pendidikan Profesi (RD): Dietisien

Nutrisionis adalah profesional dengan latar belakang pendidikan gizi yang memberikan edukasi dan konseling gizi secara umum, dengan fokus pada upaya promotif dan preventif di masyarakat.

Dietisien adalah ahli gizi yang telah menempuh pendidikan profesi dan memiliki kualifikasi tertinggi dalam memberikan terapi gizi medis, asesmen status gizi pasien, serta praktik mandiri. Dietisien memiliki kewenangan praktik legal berkat Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP).

Baik nutrisionis maupun dietisien diakui sebagai tenaga kesehatan bidang gizi dan berhak disebut sebagai ahli gizi.

Gelar ‘Ahli Gizi’ dalam Konteks Akademis

Selain nutrisionis dan dietisien, ada pula individu dengan latar belakang pendidikan lain yang mendalami ilmu gizi, seperti dokter dengan gelar S3 di bidang gizi masyarakat. Mereka kerap dijuluki "ahli gizi" di media massa, meskipun bukan berprofesi sebagai ahli gizi sesuai regulasi.

Jenjang S2 atau S3 di bidang ilmu gizi tidak otomatis memberikan kewenangan praktik jika tidak didahului dengan pendidikan sarjana gizi dan profesi dietisien. Lulusan magister dan doktor diakui sebagai "ahli" atau "pakar" gizi dalam konteks keilmuan, bukan sebagai profesi yang memiliki izin praktik klinis. Mereka umumnya berkarier sebagai peneliti, dosen, atau konsultan kebijakan.

Peran dan Spesialisasi Ahli Gizi

Peran ahli gizi sangat beragam, tergantung pada fokus kerja dan lingkungannya. Secara umum, terdapat tiga spesialisasi utama:

Gizi Masyarakat

Ahli gizi yang berfokus pada gizi masyarakat berperan penting dalam meningkatkan status gizi masyarakat luas. Contohnya, bekerja di puskesmas, melakukan penelitian gizi, atau menyusun kebijakan gizi di lembaga pemerintah.

Gizi Klinik

Ahli gizi klinik memberikan asuhan gizi terintegrasi untuk pasien dengan kondisi medis tertentu di rumah sakit atau klinik. Mereka melakukan asesmen gizi, merancang terapi diet, dan memantau perkembangan pasien.

Gizi Institusi

Spesialis gizi institusi fokus pada manajemen penyelenggaraan makanan dalam skala besar, seperti di rumah sakit, katering, atau industri pangan. Mereka memastikan makanan yang disajikan memenuhi standar gizi, kebersihan, dan keamanan pangan.

Organisasi Profesi Ahli Gizi

Di Indonesia, profesi ahli gizi dinaungi oleh Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). Organisasi ini menjaga profesionalisme, etika, dan kompetensi anggotanya, serta memperjuangkan hak dan posisi ahli gizi dalam sistem kesehatan nasional.

Perbedaan dengan Profesi Sejenis

Profesi ahli gizi seringkali disamakan dengan profesi lain yang bersinggungan dengan pangan dan nutrisi. Padahal, masing-masing memiliki perbedaan mendasar:

  • Ahli Gizi (Nutrisionis/Dietisien): Fokus pada konseling gizi, edukasi, manajemen diet, dan terapi gizi medis. Memiliki izin praktik resmi.
  • Dokter Spesialis Gizi Klinik (SpGK): Fokus pada diagnosis penyakit, terapi medis (termasuk obat), dan intervensi gizi. Berwenang melakukan tindakan medis.
  • Lulusan Teknologi Pangan (‘Tekpang’): Fokus pada ilmu dan teknologi pengolahan makanan, inovasi produk pangan, dan keamanan pangan. Lebih berorientasi pada proses produksi makanan.
Scroll to Top