Kabupaten Donggala mencatat peningkatan signifikan kasus malaria sepanjang Januari hingga September 2025. Dinas Kesehatan (Dinkes) setempat melaporkan adanya 60 kasus, seluruhnya merupakan kasus lokal, bukan berasal dari luar daerah. Artinya, penularan terjadi di dalam wilayah Donggala sendiri.
Kondisi ini berbeda jauh dibandingkan tahun 2024, di mana hanya ditemukan 5 kasus malaria. Kasus malaria di tahun 2024 tersebut tersebar di beberapa wilayah kerja Puskesmas, yakni Lembasada (3 kasus), Delatope (1 kasus), dan Posi Hi Abdul Ganing (1 kasus).
Peningkatan kasus malaria di tahun 2025 terpusat di beberapa wilayah kerja Puskesmas. Kayuwou mencatat jumlah tertinggi dengan 35 kasus, diikuti Lembasada (16 kasus), RSUD Kabelota (4 kasus), Batusuya (3 kasus), Toaya (1 kasus), dan Pinembani (1 kasus). Dari total 18 puskesmas yang ada di 16 kecamatan, hanya sebagian yang melaporkan adanya temuan kasus malaria.
Wilayah yang masih menjadi fokus perhatian adalah Lembasada, Lalundu, serta wilayah Puskesmas Kayuwou, khususnya Desa Alindau dan Desa Sipeso di Kecamatan Sindue Tobata.
Dinkes Donggala mengimbau masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit malaria dengan menjaga kebersihan lingkungan dan melindungi diri dari gigitan nyamuk, terutama saat berada di area perkebunan atau hutan pada malam hari.
Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan, termasuk pengobatan bagi penderita dan pemeriksaan lapangan untuk memantau kondisi lingkungan. Daerah rawan malaria umumnya berada di sekitar rawa, genangan air, atau perbatasan hutan.
Sebagai langkah preventif, Dinkes membagikan bubuk abate melalui puskesmas untuk memberantas jentik nyamuk di genangan air. Selain itu, permohonan bantuan kelambu telah diajukan ke pemerintah provinsi dan pusat, namun belum terealisasi hingga saat ini.
Dengan menjaga kebersihan lingkungan dan melindungi diri dari gigitan nyamuk, risiko penularan malaria dapat ditekan. Kerjasama masyarakat sangat dibutuhkan dalam upaya menjaga kesehatan dan mencegah penyebaran penyakit ini.