Memasuki pekan kedua April 2025, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengumumkan bahwa sebagian kecil wilayah Indonesia (sekitar 2% Zona Wilayah Musim/ZOM) telah memasuki musim kemarau. Sebagian besar lainnya masih dalam masa transisi dari musim hujan ke kemarau.
Kondisi udara panas dengan suhu maksimum di atas 35 derajat Celcius terpantau di beberapa area dalam sepekan terakhir. Rekor suhu tertinggi tercatat di Stasiun Meteorologi Juanda (Jawa Timur) dengan 37,9 derajat Celcius, diikuti Stasiun Meteorologi Tanah Merah (Papua Selatan) sebesar 37 derajat Celcius, dan Balai Besar MKG Wilayah II Tangerang Selatan dengan 35,4 derajat Celcius.
Merespons situasi ini, BMKG menekankan pentingnya kewaspadaan terhadap ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Peningkatan kesiapsiagaan menjadi kunci utama, mengingat prediksi potensi karhutla yang meningkat selama musim kemarau 2025.
"Pencegahan dini merupakan langkah paling efektif untuk menghindari kerusakan lingkungan, kerugian ekonomi, dan dampak kesehatan masyarakat," tegas Kepala BMKG. Ia menambahkan, "Seluruh pihak, termasuk pemerintah daerah, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat luas, perlu melakukan aksi mitigasi."
BMKG memprediksi awal musim kemarau 2025 akan berlangsung bertahap mulai akhir April hingga Juni di sebagian besar wilayah. Puncak musim kemarau diperkirakan terjadi pada Juni-Agustus. Kondisi kemarau diperkirakan didominasi normal (60%), namun 26% wilayah berpotensi mengalami kemarau atas normal (lebih basah) dan 14% bawah normal (lebih kering).
Risiko karhutla pada April-Mei 2025 umumnya rendah, namun beberapa area di Riau, Sumatra Utara, dan NTT mulai menunjukkan risiko menengah hingga tinggi. Pada Juni 2025, peningkatan signifikan risiko karhutla diperkirakan terjadi di Riau (41,5% wilayah berisiko tinggi), Sumatra Utara, Jambi, dan sekitarnya.
Periode Juli-September 2025, risiko karhutla diperkirakan meluas ke Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Papua. NTT, NTB, Papua Selatan, Kalimantan Selatan, serta Bangka Belitung diprediksi menjadi wilayah dengan potensi risiko tertinggi. Pada Oktober 2025, risiko karhutla diperkirakan tetap tinggi di NTT, Papua Selatan, Sulawesi Tenggara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah.
Secara khusus, wilayah Riau berpotensi mengalami dua kali musim kemarau, yaitu pada Februari-Maret dan kembali pada Mei hingga Agustus, yang diperkirakan menjadi puncak kemarau. Kondisi ini menyebabkan provinsi ini lebih sering mengalami hotspot dibanding wilayah lain.
BMKG bersama BNPB dan pemerintah daerah mendorong upaya pembasahan lahan, mempertahankan tinggi muka air di lahan, dan pengisian embung serta kanal dengan memanfaatkan hujan selama periode transisi.
Upaya penguatan juga dilakukan dalam bentuk penyiagaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC), patroli udara, serta pengawasan lapangan secara berkala, khususnya di Riau yang telah berstatus siaga darurat karhutla.
BMKG berkomitmen untuk terus memantau perkembangan iklim dan potensi karhutla serta menyampaikan informasi terkini kepada masyarakat dan pihak terkait demi mencegah dampak buruk.