Hingga akhir Maret 2025, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencatatkan defisit sebesar Rp 104,2 triliun, setara dengan 0,43% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Angka ini mencapai 16,9% dari target defisit APBN 2025 yang ditetapkan sebesar Rp 616,2 triliun atau 2,53% dari PDB.
Defisit tersebut merupakan selisih antara pendapatan negara yang baru mencapai Rp 516,1 triliun (17,2% dari target Rp 3.005,1 triliun) dan belanja negara sebesar Rp 620,3 triliun (17,1% dari target Rp 3.621,3 triliun).
Pendapatan negara didukung oleh Penerimaan Perpajakan sebesar Rp 400,1 triliun (16,1% dari target Rp 2.490,9 triliun) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp 115,9 triliun (22,6% dari target Rp 513,6 triliun).
Rincian penerimaan perpajakan terdiri dari Penerimaan Pajak sebesar Rp 322,6 triliun (14,7% dari target Rp 2.189,3 triliun) dan Kepabeanan dan Cukai sebesar Rp 77,5 triliun (25,7% dari target Rp 301,6 triliun).
Sementara itu, belanja negara sebesar Rp 620,3 triliun terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 413,2 triliun (15,3% dari target Rp 2.701,4 triliun) dan Transfer Ke Daerah sebesar Rp 207,1 triliun (22,5% dari target Rp 919,9 triliun).
Belanja Pemerintah Pusat dirinci lebih lanjut menjadi Belanja K/L sebesar Rp 196,1 triliun (16,9% dari pagu Rp 1.160,1 triliun) dan Belanja non-K/L sebesar Rp 217,1 triliun (14,1% dari target Rp 1.541,4 triliun).
Meskipun APBN mencatatkan defisit, keseimbangan primer masih mampu mencatatkan surplus sebesar Rp 17,5 triliun atau minus 27,7% dari target defisit keseimbangan primer sebesar Rp 63,3 triliun.
Realisasi pembiayaan anggaran hingga akhir Maret 2025 telah mencapai Rp 250 triliun, atau 40,6% dari target yang dirancang sesuai rencana defisit APBN 2025 sebesar Rp 616,2 triliun.