Tata Kelola Superholding BUMN: Belajar dari OECD untuk Kemandirian Ekonomi

Pembentukan superholding BUMN di Indonesia, di tengah transformasi kelembagaan, seringkali melupakan aspek krusial: tata kelola perusahaan. Mengelola holding sebesar ini, yang strategis bagi perekonomian negara, membutuhkan fondasi tata kelola yang kokoh, otonom, dan profesional. Prinsip-prinsip tata kelola perusahaan dari OECD tahun 2023 dapat menjadi panduan relevan.

OECD menekankan pentingnya kerangka hukum, regulasi, dan kelembagaan yang kuat untuk pengawasan yang transparan, akuntabel, dan adil. Dengan demikian, pengelolaan korporasi, termasuk holding BUMN, dapat berfungsi efisien mendukung efektivitas pasar, ekonomi, dan pertumbuhan berkelanjutan.

Kemandirian lembaga pengawas dan regulator adalah kunci. Otoritas pengawasan harus memiliki otoritas, otonomi, integritas, dan sumber daya yang cukup untuk menjalankan tugas secara profesional dan objektif. Keputusan mereka harus transparan, tepat waktu, dan dapat dipertanggungjawabkan. Dalam konteks holding BUMN, ini berarti pengelolaan dan pengawasan internal harus bebas dari pengaruh politik jangka pendek yang dapat mengaburkan fokus korporasi pada efisiensi dan penciptaan nilai jangka panjang.

OECD juga menyoroti pentingnya independensi dewan direksi. Direksi yang otonom dari pengaruh negara sebagai pemilik mayoritas merupakan prasyarat untuk pengambilan keputusan strategis yang objektif, berbasis kepentingan korporasi, bukan sektoral atau personal. Kemandirian anggota dewan penting dalam membentuk komite-komite seperti audit, nominasi, dan remunerasi sebagai mekanisme pengawasan internal yang andal.

Transparansi dan keterbukaan informasi adalah pilar tata kelola yang akuntabel. Holding perlu menjamin laporan keuangan dan pengungkapan lainnya dilakukan tepat waktu, andal, dan mudah diakses oleh pemangku kepentingan. Hal ini membangun kepercayaan investor dan publik terhadap integritas manajemen holding.

OECD juga memperkenalkan pentingnya keberlanjutan dan resiliensi dalam merespons risiko lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Superholding tidak hanya mengejar keuntungan, tetapi juga membangun ketangguhan menghadapi perubahan iklim, disrupsi teknologi, dan tantangan geopolitik.

Jika Indonesia ingin menjadikan superholding BUMN sebagai lokomotif kemandirian ekonomi nasional, rambu-rambu tata kelola OECD bukan sekadar formalitas administratif. Ini adalah fondasi strategis agar holding dapat beroperasi otonom, efisien, dan profesional, serta mempertanggungjawabkan perannya kepada publik sebagai pemilik utama.

Scroll to Top