Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, mengambil langkah yang berbeda dalam menghadapi isu terkait keabsahan ijazahnya. Dalam dua kesempatan berbeda, Jokowi menunjukkan sikap yang kontras dalam membuktikan riwayat pendidikannya dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi.
Saat melaporkan sejumlah individu ke Polda Metro Jaya atas dugaan pencemaran nama baik dan fitnah terkait isu ijazah palsu, Jokowi melalui kuasa hukumnya, Yakup Hasibuan, memperlihatkan seluruh bukti kelulusannya. Dokumen-dokumen tersebut mencakup ijazah SD, SMP, SMA, hingga ijazah sarjana dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Yakup Hasibuan menegaskan kesediaan Jokowi untuk memberikan keterangan lebih lanjut jika diperlukan dalam proses penyidikan.
Namun, sikap berbeda ditunjukkan oleh kuasa hukum Jokowi, YB Irpan, dalam sidang mediasi di Pengadilan Negeri (PN) Surakarta. Gugatan diajukan oleh Muhammad Taufiq yang meminta Jokowi, KPU Surakarta, SMA Negeri 6 Surakarta, dan UGM untuk memperlihatkan ijazah Jokowi ke publik. YB Irpan menolak tuntutan tersebut dengan alasan penggugat tidak memiliki legal standing dan Jokowi berhak atas perlindungan privasi.
YB Irpan menekankan bahwa Jokowi berhak mendapatkan perlindungan atas ranah pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta bendanya. Selain itu, Jokowi juga berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.
Di sisi lain, penggugat, Muhammad Taufiq, berpendapat bahwa sebagai mantan pejabat publik yang telah mengabdi selama puluhan tahun, masyarakat berhak mengetahui latar belakang pendidikan Jokowi. Ia menilai alasan yang diajukan pihak tergugat dalam sidang mediasi tidak relevan mengingat status Jokowi sebagai mantan pejabat publik.