Presiden Prabowo Subianto berjanji menghapuskan sistem outsourcing yang mulai diterapkan sejak era Presiden Megawati Soekarnoputri. Langkah ini tentu memunculkan pertanyaan, mungkinkah dilakukan tanpa mengubah regulasi yang ada?
Politisi senior PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno, berpendapat bahwa perubahan regulasi menjadi krusial jika kebijakan ini benar-benar ingin direalisasikan. UU Cipta Kerja yang saat ini berlaku, menjadi acuan utama terkait outsourcing. Jika dirasa lebih banyak mudaratnya, revisi adalah jalan yang bisa ditempuh.
Menurutnya, penyesuaian aturan adalah sebuah kebutuhan karena dunia kerja terus berkembang. Outsourcing sendiri merupakan fenomena global yang lahir dari kebutuhan perusahaan untuk efisiensi. Namun, pengaturannya harus adil agar tidak merugikan pekerja.
Hendrawan mengingatkan, posisi tawar buruh seringkali lebih lemah. Oleh karena itu, regulasi yang melindungi hak-hak mereka sangat dibutuhkan.
Di sisi lain, rencana pembentukan Dewan Kesejahteraan Buruh oleh Presiden Prabowo disambut positif. Dengan adanya dewan ini, diharapkan pengusaha dan buruh dapat bersinergi mencari cara untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Peningkatan produktivitas, pada gilirannya, akan membuka ruang untuk peningkatan kesejahteraan pekerja.
Sebelumnya, dalam peringatan Hari Buruh 2025, Presiden Prabowo menegaskan komitmennya untuk menghapus sistem outsourcing dan menghormati Marsinah sebagai pahlawan buruh. Ia juga menekankan pentingnya peran negara dalam memperjuangkan keadilan bagi para pekerja. Penghapusan outsourcing menjadi prioritas, dan negara hadir untuk memastikan keadilan bagi kaum buruh.