Awal Mei 2025 membawa kabar kurang menggembirakan bagi industri kelapa sawit. Harga referensi (HR) crude palm oil (CPO) mengalami penurunan, yang berdampak langsung pada perhitungan bea keluar dan pungutan ekspor. Pemerintah menetapkan HR CPO untuk periode 1-31 Mei 2025 sebesar US$ 924,46 per metrik ton (MT). Angka ini menunjukkan penurunan sebesar US$ 37,07, atau sekitar 3,86 persen, dibandingkan dengan harga pada bulan April.
Penurunan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perdagangan (Kepmendag) Nomor 593 Tahun 2025. Kondisi ini mencerminkan dinamika pasar global yang kian fluktuatif. Penurunan permintaan dari India dan Tiongkok, dua negara pengimpor utama, menjadi salah satu faktor pemicu utama.
Harga minyak nabati lain, seperti minyak kedelai, serta tren penurunan harga minyak mentah dunia, turut memengaruhi penurunan harga CPO.
Penetapan HR CPO ini didasarkan pada rata-rata harga dari tiga bursa utama, yaitu Bursa CPO Indonesia (US$ 845,71/MT), Bursa Malaysia (US$ 1.003,22/MT), dan Pasar Lelang Rotterdam (US$ 1.283,63/MT). Mengacu pada aturan yang berlaku, jika selisih antara harga tertinggi dan terendah melebihi US$ 40, maka acuan harga diambil dari dua harga yang berada di tengah dan terdekat dari median. Dalam kasus ini, harga Bursa Malaysia dan Bursa Indonesia yang menjadi tolok ukur.
Dengan HR sebesar US$ 924,46/MT, bea keluar (BK) CPO ditetapkan sebesar US$ 74/MT. Sementara itu, pungutan ekspor (PE) dikenakan 7,5 persen dari HR, senilai US$ 69,3348/MT.
Namun, ada pengecualian bagi minyak goreng sawit atau RBD palm olein dalam kemasan bermerek dengan berat bersih maksimal 25 kilogram. Produk ini dibebaskan dari bea keluar, atau dikenakan tarif US$ 0/MT. Ketentuan ini diatur dalam Kepmendag Nomor 594 Tahun 2025, yang berisi daftar merek dan ketentuan kemasan yang berlaku.
Meskipun harga CPO mengalami penurunan, industri ini tetap menghadapi tantangan dan menyimpan harapan. Para pelaku industri kelapa sawit terus memantau perkembangan pasar ekspor global.
