Polemik vasektomi kembali mencuat setelah usulan menjadikannya sebagai syarat penerima bantuan sosial di Jawa Barat. Gagasan ini menuai berbagai reaksi, terutama dari kalangan ulama yang memiliki pandangan tersendiri terkait sterilisasi pria ini.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat secara tegas menyatakan bahwa vasektomi, dalam pandangan Islam, hukumnya haram karena dianggap sebagai tindakan pemandulan permanen. Ketetapan ini sesuai dengan hasil Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada tahun 2012.
MUI Jabar menjelaskan bahwa vasektomi diperbolehkan dalam kondisi tertentu, misalnya untuk menghindari risiko kesehatan serius, asalkan tidak menyebabkan kemandulan permanen. Selain itu, harus ada jaminan fungsi reproduksi dapat kembali seperti semula jika diinginkan, serta tidak menimbulkan bahaya atau dampak buruk bagi yang bersangkutan.
Usulan menjadikan vasektomi sebagai syarat penerima bantuan sosial dinilai MUI Jabar boleh saja dilakukan, asalkan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan. Hal ini perlu disesuaikan agar tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Gubernur Jawa Barat sebelumnya mengusulkan kebijakan ini dengan alasan banyak keluarga prasejahtera memiliki banyak anak, sementara kebutuhan hidup tidak tercukupi. Ia mencontohkan kasus keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak, sementara keluarga berada justru kesulitan memiliki keturunan.
Menteri Sosial menanggapi usulan ini dengan menyatakan bahwa pihaknya sedang mempelajari ide tersebut. Ia menilai KB sebagai program yang baik, namun memerlukan waktu untuk mempelajari semua ketentuan terkait vasektomi sebagai syarat bantuan sosial.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mengajak para suami untuk tidak ragu menjalani vasektomi. BKKBN menyediakan program vasektomi gratis dan memberikan uang istirahat bagi peserta. Tantangan sosialisasi KB pria adalah stigma negatif yang menyebut pria tidak lagi perkasa setelah vasektomi. Padahal, tingkat kegagalan vasektomi sangat kecil.