Program pendidikan karakter berbasis militer yang digagas oleh seorang kepala daerah di Jawa Barat telah resmi dimulai di Purwakarta dan Bandung. Puluhan siswa SMP yang dianggap bermasalah oleh sekolah dan keluarga mereka dikirim ke lingkungan militer untuk menjalani pembinaan.
Inisiatif ini bertujuan untuk memperkuat karakter bela negara siswa, terutama mereka yang terlibat dalam pergaulan bebas atau tindakan kriminal. Siswa akan dibina di barak selama enam bulan tanpa mengikuti sekolah formal, dengan harapan dapat mengatasi masalah sosial seperti geng motor, tawuran, dan penyalahgunaan narkoba.
Namun, program ini menuai kritik dari berbagai pihak. Seorang pengamat pendidikan menilai bahwa pendekatan ini dapat memberikan stigma negatif pada siswa dan memperburuk kondisi psikologis mereka. Ia juga mempertanyakan asumsi bahwa anak-anak tersebut tidak dapat dibina oleh orang tua atau sekolah.
Mantan komisioner KPAI juga menyoroti dasar hukum yang digunakan untuk mengirim siswa ke barak militer, karena Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional tidak mengatur ketentuan tersebut. Ia menekankan bahwa anak-anak yang berperilaku menyimpang seharusnya mendapatkan perlindungan khusus dan penanganan yang melibatkan lembaga terkait, bukan militer.
Pihak TNI AD menjelaskan bahwa program ini bukanlah pendidikan militer, melainkan pendidikan karakter dengan pendekatan personal dan kelompok melalui bimbingan dan pengasuhan. Siswa tetap mendapatkan materi pelajaran umum seperti di sekolah, serta latihan baris-berbaris, motivasi, dan penyuluhan bahaya narkoba.
Menanggapi kontroversi ini, sang penggagas program menyindir para elite yang hanya bisa berkomentar tanpa memberikan solusi konkret bagi siswa bermasalah. Ia mengklaim bahwa kebijakannya didukung oleh sebagian besar warga Jawa Barat, terutama para orang tua yang merasa terbantu dengan adanya program ini.