Lola Amaria: ‘Eksil’ Membuka Mata Generasi Muda pada Sejarah yang Terlupakan

Film dokumenter ‘Eksil’, karya Lola Amaria, ternyata menjadi jendela informasi baru bagi generasi muda Indonesia mengenai sejarah yang selama ini tidak mereka dapatkan di bangku sekolah. Kisah para eksil politik pasca-1965, yang terpaksa hidup di pengasingan dan terputus dari tanah air, ternyata belum menjadi bagian dari kurikulum pendidikan.

Lola Amaria mengungkapkan bahwa banyak penonton muda yang terkejut setelah menyaksikan ‘Eksil’. Mereka merasa ada bagian penting dari sejarah Indonesia yang hilang dari pelajaran sekolah. Menurut Lola, hal ini mencerminkan adanya kekurangan besar dalam sistem pendidikan sejarah di Indonesia.

Narasi yang disajikan dalam ‘Eksil’, yang berasal langsung dari para pelaku sejarah, dinilai sangat penting untuk diketahui publik. Lola berpendapat bahwa selama era Orde Baru, pelajaran sejarah di sekolah cenderung didominasi oleh narasi resmi pemerintah, terutama mengenai peristiwa 1965. Ia sendiri mengalami bagaimana pelajaran sejarah disampaikan secara searah pada masa itu.

Melalui ‘Eksil’, Lola berupaya memberikan perspektif lain kepada masyarakat. Film ini bukan bertujuan untuk mengoreksi sejarah, melainkan untuk memberikan ruang bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada penonton untuk memilih perspektif mana yang ingin mereka percayai.

Dalam proses produksinya, Lola secara langsung mengunjungi para eksil yang tinggal di Eropa. Beberapa narasumber bahkan meninggal dunia tidak lama setelah wawancara dilakukan. Lola menekankan bahwa informasi yang disajikan dalam film ini berasal langsung dari para pelaku sejarah, bukan dari sumber kedua atau ketiga.

Selain narasi yang kuat, ‘Eksil’ juga didukung oleh riset visual yang mendalam. Lola menyertakan potongan dokumenter lain untuk memberikan konteks yang lebih lengkap kepada penonton. Ia berharap film dokumenter dapat menjadi media yang efektif untuk belajar sejarah, terutama bagi generasi muda yang lebih terbiasa dengan pendekatan visual.

Pada momentum Hari Pendidikan Nasional, Lola berharap ‘Eksil’ dapat menjadi pelengkap dari kekosongan narasi sejarah yang belum diajarkan secara formal. Ia meyakini bahwa film ini dapat berguna bagi penonton dan mendorong mereka untuk menyebarluaskan informasi yang terkandung di dalamnya.

Bagi generasi muda yang ingin mendapatkan perspektif sejarah yang lebih jujur dan utuh, ‘Eksil’ adalah pintu masuk. Bagi Lola, ini adalah cara untuk memberikan ruang bagi suara-suara yang nyaris terlupakan dan mengisi ruang kosong yang terlalu lama dibiarkan begitu saja.

Scroll to Top