Mutasi perwira tinggi (pati) di tubuh TNI baru-baru ini menuai sorotan tajam. Mantan Kepala BAIS, Soleman Ponto, mengkritik keras proses mutasi yang dinilai janggal dan tidak sesuai dengan sistem rotasi jabatan yang berlaku. Menurutnya, mutasi ini mengindikasikan adanya ketidakberesan dalam mekanisme Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi (Wanjakti).
"Bukan soal siapa yang dipindah, tapi sistemnya yang bermasalah," tegas Soleman dalam sebuah diskusi di Kompas TV.
Kontroversi mencuat setelah mutasi Letjen Kunto Arief Wibisono, yang semula menjabat sebagai Komandan Pangkogabwilhan, dibatalkan oleh Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto hanya sehari setelah pengumuman. Alasan pembatalan adalah karena yang bersangkutan masih dibutuhkan di posisi sebelumnya.
Soleman Ponto juga menyoroti kejanggalan lain, termasuk penempatan Laksamana Muda Kresno Buntoro sebagai staf khusus KSAD. Ia mempertanyakan logika seorang perwira tinggi TNI AL ditempatkan di lingkungan Angkatan Darat.
Anggota Komisi I DPR, Mayjen (Purn.) TB Hasanuddin, turut menyuarakan keprihatinannya. Ia menduga adanya nuansa politik dalam keputusan mutasi tersebut dan mengingatkan agar Panglima TNI tidak diintervensi oleh pihak eksternal, termasuk mantan presiden.
"Panglima TNI tidak boleh diintervensi oleh sipil," tegas TB Hasanuddin.
Polemik mutasi ini memunculkan kekhawatiran akan potensi kerusakan sistem di tubuh TNI. Soleman Ponto mendesak adanya upaya penyelamatan (rescue) agar kejadian serupa tidak terulang di masa mendatang.