Fenomena mengkhawatirkan terjadi di Bekasi, di mana warga berbondong-bondong menyerahkan data biometrik iris mata mereka di sebuah ruko, demi imbalan uang tunai ratusan ribu rupiah. Praktik ini terkait dengan proyek kontroversial Worldcoin, yang menawarkan pendaftaran melalui aplikasi World App tanpa memerlukan KTP atau dokumen identitas resmi.
Seorang warga Bekasi bernama Meri, tergiur oleh iming-iming tersebut setelah mendapat informasi dari anaknya. Ia mendaftar, dipindai iris matanya menggunakan perangkat Orb, dan keesokan harinya menerima uang sebesar Rp 265.000.
Jerat Ekonomi vs. Ketidaktahuan?
Maraknya fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: Apakah warga benar-benar memahami konsekuensi menyerahkan data biologis yang unik dan tak tergantikan? Ataukah mereka terpaksa melakukannya karena terdesak kebutuhan ekonomi?
Wali Kota Bekasi mengakui bahwa tren "penjualan" data iris mata ini cukup populer di kalangan warganya. Imbalan uang yang ditawarkan, berkisar antara Rp 300.000 hingga Rp 800.000, tampak tidak sebanding dengan risiko jangka panjang terkait privasi data biologis.
Menyasar Negara dengan Regulasi Lemah
Worldcoin, proyek yang digagas oleh pendiri ChatGPT Sam Altman, menuai kontroversi di berbagai negara. Praktik pemindaian biometrik ini dianggap sebagai bentuk eksploitasi digital, terutama di negara-negara berkembang dengan regulasi privasi yang belum memadai.
Meskipun Worldcoin mengklaim data biometrik akan segera dihapus dan disimpan dalam bentuk kode kriptografi, catatan masa lalu menunjukkan bahwa janji tersebut tidak selalu ditepati. Bahkan, ada laporan tentang taktik menyesatkan yang digunakan di beberapa negara untuk menarik minat masyarakat.
Respons Pemerintah: Pembekuan Izin
Menyikapi situasi ini, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital mengambil langkah tegas dengan membekukan sementara izin Worldcoin dan WorldID di Indonesia. Langkah ini diambil sebagai upaya preventif untuk melindungi masyarakat dari potensi risiko.
Dua perusahaan lokal yang terlibat dalam operasional Worldcoin di Indonesia juga akan dipanggil, karena diduga belum sepenuhnya mematuhi regulasi penyelenggaraan sistem elektronik.
Privasi vs. Kebutuhan Ekonomi: Pilihan Sulit?
Kasus yang dialami Meri dan warga Bekasi lainnya menggambarkan betapa rentannya masyarakat ketika dihadapkan pada kebutuhan ekonomi dan kurangnya pemahaman tentang risiko digital. Ratusan ribu rupiah menjadi daya tarik yang sulit ditolak, meskipun harus mengorbankan identitas biologis.
Namun, dengan segala risiko dan kontroversi yang menyelimuti Worldcoin, nominal uang tersebut tampaknya sangat kecil dibandingkan dengan nilai keamanan identitas biologis yang seharusnya dijaga. Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah: Siapa yang akan bertanggung jawab jika data tersebut disalahgunakan?