BEKASI – Iming-iming uang ratusan ribu rupiah dengan cepat membuat warga Bekasi beramai-ramai menyerahkan data mata mereka ke layanan digital WorldID. Tanpa ragu, mereka membiarkan data retina mereka dipindai oleh pihak lain, tanpa sepenuhnya memahami tujuan penggunaan data tersebut.
Alasan utama warga rela memberikan data mata mereka adalah kesulitan ekonomi. Program WorldID dianggap sebagai solusi kilat untuk masalah keuangan yang sedang mereka hadapi.
Mulyana (38), warga Tambun Utara, mengaku ikut program ini dengan harapan bisa membantu kondisi ekonominya yang sedang sulit. Ia datang bersama tujuh anggota keluarganya ke gerai WorldID. Ketertarikannya muncul setelah melihat temannya berhasil mendapatkan ratusan ribu rupiah per bulan.
"Katanya minimal Rp 300.000 sebulan, selama setahun," ungkap Mulyana. Meskipun demikian, ia juga khawatir data matanya akan disalahgunakan, apalagi layanan WorldID sedang dibekukan pemerintah.
Siti (20), warga lainnya, juga tergiur dengan janji uang Rp 200.000 jika memindai data retina mata ke WorldID. Ia mendapatkan informasi ini dari temannya yang sudah lebih dulu mendapatkan uang. Siti tertarik karena sedang membutuhkan uang dan kesulitan mencari pekerjaan.
"Katanya dapat Rp 200.000-an," kata Siti. Ia langsung mengunduh aplikasi World App dan mengisi data diri sebelum datang ke gerai WorldID untuk verifikasi data. Namun, setibanya di lokasi, ia mendapati gerai sudah tutup karena pembekuan layanan. Siti pun mengaku curiga dan bersyukur belum sempat memindai data dirinya. "Takut disalahgunakan," ujarnya.
Pembekuan WorldID
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) telah membekukan sementara izin operasional Worldcoin dan WorldID di Indonesia. Langkah ini diambil menyusul laporan masyarakat mengenai aktivitas mencurigakan terkait layanan tersebut.
Kemkominfo berencana memanggil perwakilan perusahaan terkait untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik. Hasil penelusuran awal menunjukkan bahwa perusahaan belum terdaftar sebagai penyelenggara sistem elektronik.
Pihak pengembang layanan, Tools for Humanity (TFH), menyatakan sedang berupaya mencari kejelasan terkait persyaratan izin dan lisensi yang relevan. Mereka juga siap jika ditemukan kekurangan atau kesalahpahaman dalam proses perizinan.