PP Tunas: Lindungi Anak di Dunia Digital, Bukan Membatasi Akses Internet

Jakarta, InfoPublik – Pemerintah Indonesia menegaskan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP Tunas) bertujuan membimbing anak-anak dalam berinteraksi dengan teknologi secara aman dan bertanggung jawab. PP ini bukan dimaksudkan untuk melarang mereka mengakses internet.

Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi), Meutya Hafid, menyatakan hal ini saat Sosialisasi dan Kampanye PP Tunas di Universitas Udayana (Unud), Bali, pada Minggu (13/4/2025). Ia menjelaskan bahwa pemerintah menerapkan pendekatan bertahap dalam PP ini dan melibatkan ratusan anak-anak dalam proses penyusunannya.

"Ini adalah bukti komitmen kami bahwa setiap aturan yang berkaitan dengan anak-anak harus melibatkan mereka secara langsung," ujar Meutya.

PP Tunas lahir sebagai respon atas urgensi perlindungan anak di ruang digital. Data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) menunjukkan fakta yang mengkhawatirkan: Indonesia menempati urutan keempat di dunia dan kedua di ASEAN dalam kasus pornografi anak, dengan 5.566.015 kasus tercatat dalam empat tahun terakhir. Selain itu, 48% anak-anak Indonesia mengalami perundungan online, dan sekitar 80.000 anak di bawah usia 10 tahun terpapar judi online.

"Angka-angka ini bukan sekadar statistik, melainkan isu krusial yang berdampak pada masa depan generasi muda Indonesia. Kita tidak bisa berdiam diri melihat dunia digital merusak anak-anak kita," tegas Meutya.

PP Tunas merupakan wujud komitmen negara dalam melindungi generasi muda melalui pengaturan kewajiban Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE), seperti platform media sosial, game online, website, dan layanan keuangan digital. PSE diwajibkan untuk melaksanakan literasi digital dan melarang profiling anak untuk tujuan komersial.

Menkomdigi mengajak seluruh pemangku kepentingan, terutama sektor pendidikan, untuk berkolaborasi dalam implementasi PP Tunas.

"Universitas Udayana adalah universitas pertama yang kami kunjungi setelah PP ini disahkan. Kami ingin berdiskusi langsung dengan civitas akademika untuk mendapatkan masukan terkait strategi komunikasi sosialisasi dari PP ini," katanya. Bali dipilih sebagai lokasi sosialisasi karena budaya kekeluargaannya yang erat, diharapkan dapat menjadi contoh bagi provinsi lain.

Rektor Universitas Udayana, Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D, menyambut baik kunjungan Menkomdigi dan menyatakan kesiapan Unud untuk berkontribusi dalam membentuk SDM Indonesia yang lebih berkualitas.

"Kami melihat PP Tunas sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi anak-anak dari ancaman bahaya digital," tuturnya. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat dalam menciptakan ekosistem digital yang sehat, aman, dan beretika.

Dalam sesi diskusi, Dosen Fakultas Hukum Unud, Edward Thomas Lamury Hadjon S.H., LL.M, mengapresiasi PP Tunas, namun menyoroti perlunya kejelasan dalam Pasal 15. Sementara itu, Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unud, Dr. Tedi Erviantono, S.IP., M.Si, menilai PP Tunas sebagai langkah positif pemerintah.

Dr. Ni Made Swasti Wulanyani, S.Psi, M.Erg, Psi, Dosen Psikologi Fakultas Kedokteran Unud, berharap agar ke depan ada pasal yang mengatur tentang pertimbangan kesiapan mental seseorang dalam penggunaan teknologi digital.

Scroll to Top