Rekayasa Kebutuhan Perangkat Lunak di Era Industri 5.0: Tantangan dan Arah Pengembangan

Era Industri 5.0, yang menggabungkan teknologi canggih seperti IoT dan AI dengan pendekatan yang lebih manusiawi, menempatkan rekayasa kebutuhan perangkat lunak (RE) pada posisi kunci. RE menjadi fondasi penting dalam pengembangan sistem yang kompleks dan adaptif di era ini. Sebuah tinjauan literatur sistematis terhadap 53 publikasi dari tahun 2020 hingga 2023 menyoroti praktik dan tantangan RE dalam konteks Industri 5.0, serta arah pengembangan yang diperlukan.

Hasil telaah menunjukkan bahwa pendekatan agile mendominasi studi yang dianalisis. Pendekatan ini menawarkan fleksibilitas dalam mengelola perubahan kebutuhan yang cepat, seiring dengan dinamika pasar dan organisasi. Namun, dominasi ini juga mengindikasikan bahwa pendekatan yang ada mungkin belum sepenuhnya menjawab tuntutan teknis yang kompleks, seperti interoperabilitas sistem, integrasi platform, dan keamanan data.

Tinjauan ini mengidentifikasi metode-metode yang digunakan dalam RE di era 5.0, termasuk agile, pendekatan kolaboratif, metode berbasis model, dan pendekatan berbasis data. Meskipun metode kolaboratif dan berbasis data mulai digunakan, adopsinya masih terbatas. Ini menunjukkan bahwa kolaborasi lintas disiplin, yang seharusnya menjadi dasar perumusan kebutuhan sistem cerdas, belum diimplementasikan secara optimal.

Beberapa tantangan mendasar yang dihadapi RE dalam konteks Industri 5.0 meliputi isu keamanan data, perlindungan privasi, kurangnya standarisasi, dan keterbatasan sumber daya pada tahap pra-kontrak. Isu-isu ini berpotensi menimbulkan risiko sistemik jika tidak ditangani sejak awal. Artikel ini juga menekankan pentingnya standar internasional untuk memfasilitasi efisiensi dan kompatibilitas sistem dalam pengembangan perangkat lunak lintas domain.

Fase pra-kontrak dalam proyek juga menjadi sorotan. Ketepatan dan kejelasan dalam menetapkan kebutuhan perangkat lunak pada fase ini sangat penting bagi keberhasilan proyek. Tekanan waktu dan persaingan yang ketat sering kali menyebabkan pengambilan keputusan yang kurang komprehensif.

Meskipun kajian ini bersifat deskriptif dan belum mengaitkan efektivitas metode dengan keberhasilan proyek secara eksplisit, tinjauan ini memberikan kontribusi penting dalam memahami posisi RE di tengah transisi menuju Industri 5.0. Terdapat kesenjangan antara kebutuhan ideal di era 5.0 dan praktik aktual. Diperlukan pembaruan paradigma rekayasa kebutuhan yang tidak hanya responsif terhadap perubahan, tetapi juga proaktif dalam mengantisipasi tantangan multidimensi, seperti integrasi teknologi, kompleksitas arsitektur sistem, dan nilai-nilai etika.

Dengan meningkatnya ketergantungan pada sistem perangkat lunak yang adaptif, kolaboratif, dan cerdas, praktik rekayasa kebutuhan perlu berevolusi menjadi praktik strategis yang dinamis, berbasis data, dan berorientasi pada nilai. Standarisasi, peningkatan kompetensi multidisipliner, dan pengembangan alat bantu berbasis kecerdasan buatan merupakan langkah penting untuk menjamin kualitas dan keberhasilan proyek-proyek perangkat lunak di masa depan.

Scroll to Top