Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan secara terbuka bahwa Indonesia dibuat bergantung pada pasokan minyak dan Bahan Bakar Minyak (BBM) dari luar negeri. Pernyataan ini didasarkan pada penurunan berkelanjutan dalam produksi minyak nasional (lifting). Situasi saat ini berbanding terbalik dengan kondisi pada tahun 1997.
Dulu, sekitar tahun 1996-1997, Indonesia mampu menghasilkan 1,5 hingga 1,6 juta barel minyak per hari (bph). Konsumsi BBM saat itu hanya sekitar 500.000 bph, memungkinkan Indonesia untuk mengekspor sekitar 1 juta bph.
Namun, kini produksi minyak Indonesia hanya mencapai 580.000 bph, sementara kebutuhan BBM melonjak hingga 1,6 juta bph. Akibatnya, Indonesia terpaksa mengimpor sekitar 1 juta bph BBM.
"Apakah penurunan lifting ini disebabkan oleh menipisnya sumber daya alam, ataukah ada faktor kesengajaan untuk terus bergantung pada impor? Saya berani mengatakan bahwa ada unsur kesengajaan dalam hal ini," tegas Bahlil dalam sebuah acara di Jakarta.
Bahlil menambahkan bahwa Indonesia memiliki hampir 40.000 sumur minyak dan gas bumi (migas), namun hanya kurang dari 20.000 sumur yang produktif. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai potensi peningkatan produksi dalam negeri yang belum dimaksimalkan.