Jakarta – Asosiasi pengemudi ojek online (ojol) menyatakan kesediaannya untuk tidak lagi turun ke jalan melakukan demonstrasi jika pemerintah bersedia merevisi aturan terkait besaran potongan biaya oleh aplikator menjadi maksimal 10 persen. Saat ini, potongan yang berlaku mencapai lebih dari 20 persen.
Perwakilan dari Kelompok Korban Aplikator, Ade Armansyah, menyampaikan aspirasi ini dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi V DPR. Ia mengatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap wacana pembuatan Undang-Undang Angkutan Online, namun dengan syarat pemerintah terlebih dahulu menindaklanjuti keluhan mereka terkait potongan biaya.
"Kami sangat mengharapkan dukungan dari para anggota dewan untuk menekan pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, agar menetapkan batas maksimal potongan sebesar 10 persen," tegas Ade. "Dengan begitu, aksi demonstrasi tidak perlu lagi dilakukan, dan kita bisa fokus mengikuti proses pembuatan Undang-undang yang diinisiasi oleh DPR."
Menanggapi hal ini, Anggota Fraksi PDIP, Adian Napitupulu, sepakat bahwa masalah potongan biaya perlu segera dituntaskan sebelum membahas rancangan Undang-undang. Ia menyoroti adanya praktik potongan biaya lain yang diterapkan aplikator, seperti biaya layanan atau biaya aplikasi, yang jika ditotal bisa mencapai angka yang signifikan.
Adian mengungkapkan bahwa meskipun Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022 mengatur potongan aplikasi maksimal 20 persen, faktanya, potongan yang dikenakan kepada pengemudi ojol bisa mencapai hampir 50 persen jika digabungkan dengan biaya-biaya tambahan lainnya. Ia mempertanyakan dasar hukum dari biaya-biaya tambahan tersebut.