Kanselir Jerman, Friedrich Merz, baru-baru ini melontarkan kritik tajam terhadap operasi militer Israel di Jalur Gaza. Dalam sebuah konferensi pers di Finlandia, Merz menyatakan bahwa agresi militer Israel "tidak lagi dapat dipahami" dan "tidak dapat dibenarkan" dalam konteks perang melawan Hamas.
Pernyataan ini menandai perubahan sikap yang signifikan dari Jerman, yang secara tradisional dikenal sebagai salah satu pendukung setia Israel di panggung internasional. Dukungan ini didasarkan pada komitmen sejarah pasca-Holocaust. Namun, tekanan dari opini publik, partai koalisi, dan pejabat senior pemerintah mendorong pergeseran pandangan.
"Serangan militer besar-besaran Israel di Jalur Gaza tidak masuk akal bagi saya. Bagaimana ini bisa melayani tujuan memerangi teror? Saya sangat kritis dalam hal ini," tegas Merz.
Kritik Merz muncul setelah pernyataan serupa dari Menteri Luar Negeri dan seruan dari mitra koalisi junior untuk menghentikan ekspor senjata ke Israel. Tujuannya adalah mencegah potensi keterlibatan Jerman dalam dugaan kejahatan perang. Meskipun Merz tidak secara langsung menanggapi pertanyaan tentang ekspor senjata, seorang pejabat pemerintah menjelaskan bahwa keputusan tersebut berada di tangan Dewan Keamanan yang dipimpin langsung oleh Kanselir.
Pergeseran nada ini sangat penting dalam konteks kebijakan luar negeri Jerman, yang sejak Perang Dunia II berpegang pada doktrin tanggung jawab khusus terhadap keselamatan Israel. Sebelumnya, pemerintahan Merz bahkan berjanji untuk tetap menerima Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, di Berlin meskipun ada surat perintah penangkapan dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC).
Namun, serangan udara Israel yang menewaskan puluhan warga sipil di Gaza dan memperburuk ancaman kelaparan telah meningkatkan tekanan pada Merz. Survei terbaru menunjukkan penurunan tajam dalam sentimen publik Jerman terhadap Israel.
Jajak pendapat mengungkapkan bahwa mayoritas warga Jerman menolak pengiriman senjata ke Israel. Laporan lain menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil warga Jerman yang memiliki pandangan positif terhadap Israel, sementara lebih banyak yang menilai Israel secara negatif. Hanya sebagian kecil warga Jerman yang menganggap negara mereka memiliki kewajiban khusus terhadap Israel, sementara mayoritas warga Israel meyakini Jerman masih memiliki tanggung jawab moral pasca-Holocaust.
Komisaris Antisemitisme Jerman menyerukan diskusi ulang mengenai sikap Berlin terhadap Israel. Ia menekankan bahwa dukungan Jerman terhadap Israel sebagai konsekuensi dari Holocaust tidak dapat digunakan untuk membenarkan semua tindakan Israel saat ini.
Sejarawan Israel berpendapat bahwa pergeseran opini publik Jerman mencerminkan tren global, meskipun elit politik Jerman masih terikat oleh trauma Perang Dunia II. "Elit politik masih terjebak dalam pelajaran Perang Dunia II secara satu dimensi: ‘Yahudi adalah korban kita, jadi kita harus berpihak pada mereka di manapun dan apa pun yang mereka lakukan,’" ujarnya.
Komentar Merz juga mencerminkan dinamika yang berkembang di tingkat internasional. Uni Eropa tengah meninjau ulang kebijakan terhadap Israel, sementara negara-negara lain telah mengancam akan mengambil "langkah konkret" jika kekerasan di Gaza tidak dihentikan.
Duta Besar Israel untuk Jerman mengakui adanya kekhawatiran dari Berlin. "Ketika Friedrich Merz menyampaikan kritik terhadap Israel, kami mendengarnya dengan sangat serius, karena ia adalah seorang sahabat," katanya.