Berita tentang Lelaki Suka Seks dengan Lelaki (LSL) dan kaitannya dengan HIV/AIDS yang bersumber dari dinas kesehatan dan aktivis menimbulkan kesalahpahaman. LSL seringkali disamakan dengan gay, padahal banyak dari LSL tersebut memiliki istri dan anak.
Perlu dipahami bahwa gay tidak memiliki ketertarikan seksual pada perempuan, sehingga mereka tidak akan berkeluarga. CDC AS menegaskan bahwa LSL adalah kelompok yang beragam dengan perilaku seksual yang berbeda-beda, dan istilah LSL lebih merujuk pada perilaku seksual tanpa memandang orientasi seksual.
Oleh karena itu, tidak semua laki-laki pengidap HIV/AIDS yang disebut LSL adalah gay. Sebagian besar adalah laki-laki heteroseksual yang melakukan perilaku LSL. Pengaitan LSL dengan homoseksual mengacaukan sistem pelaporan kasus HIV/AIDS. LSL yang memiliki istri dan anak secara keliru diklasifikasikan sebagai homoseksual.
Data menunjukkan bahwa persentase penularan HIV melalui homoseksual perlu dipertanyakan karena mencakup LSL dan waria, yang memiliki identitas gender berbeda. Hal ini menyesatkan dan merusak upaya pencegahan HIV/AIDS.
Aktivis Dede Oetomo dari GAYa Nusantara menekankan bahwa stigma akibat pengaitan HIV/AIDS dengan gay justru meningkatkan kesadaran kalangan gay terhadap pencegahan HIV/AIDS. Risiko penularan melalui seks anal lebih tinggi, sehingga mendorong mereka untuk menerapkan seks aman dengan kondom.
Fenomena LSL di Indonesia bukanlah biseksualitas, melainkan laki-laki heteroseksual dengan perilaku seksual sesama jenis. Laki-laki yang terdeteksi HIV-positif mungkin memilih mengidentifikasi diri sebagai LSL untuk menghindari stigma "seks bebas".
Penting bagi dinas kesehatan dan aktivis HIV/AIDS untuk lebih berhati-hati dalam menyebarkan informasi tentang LSL agar tidak membuat data faktor risiko penularan HIV/AIDS menjadi tidak akurat.