Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengambil langkah tegas dengan mulai mencabut visa mahasiswa asal China, terutama yang memiliki kaitan dengan Partai Komunis atau menekuni bidang studi strategis. Keputusan ini diumumkan oleh Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, dan langsung memicu reaksi keras dari para pendukung mantan Presiden Donald Trump.
Para pendukung Trump menyerukan agar putri Presiden China Xi Jinping, yang dikabarkan menempuh pendidikan di Universitas Harvard, dideportasi. Aktivis sayap kanan, Laura Loomer, bahkan menuding bahwa putri Xi Jinping mendapatkan pengawalan pribadi dari Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) di wilayah AS.
Kebijakan baru ini menambah daftar panjang pembatasan terhadap mahasiswa asing di AS. Sebelumnya, pemerintahan Trump juga memperluas pemeriksaan media sosial, meningkatkan deportasi, dan mencabut visa pelajar.
Pada tahun 2023/2024, China menjadi negara dengan jumlah mahasiswa internasional terbanyak kedua di AS, yaitu sebanyak 277.398 orang. Keputusan AS untuk memperketat visa mahasiswa China ini tentu akan berdampak signifikan terhadap jumlah mahasiswa China yang belajar di AS.
Selain itu, kebijakan ini juga berpotensi memengaruhi nasib 87 mahasiswa Indonesia yang saat ini menempuh pendidikan di Universitas Harvard. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemlu RI) menyatakan tengah memantau perkembangan situasi ini dan telah menjalin komunikasi dengan mahasiswa Indonesia di Harvard.
Kemlu RI juga telah menyampaikan keprihatinan kepada Pemerintah AS dan berharap ada solusi yang tidak merugikan mahasiswa Indonesia. Perwakilan RI di AS siap memberikan bantuan kekonsuleran kepada mahasiswa Indonesia yang terdampak.
Sebelumnya, Donald Trump pernah melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa asing, khususnya dari China. Namun, universitas tersebut mengajukan gugatan ke pengadilan untuk membatalkan larangan tersebut. Hingga kini, keputusan pengadilan masih belum keluar.