Laporan Intelijen Austria Ungkap Iran Kembangkan Rudal Nuklir Jarak Jauh, Bertentangan dengan AS

WINA – Sebuah laporan mengejutkan dari badan intelijen Austria mengungkap bahwa Iran secara aktif mengembangkan rudal berkemampuan nuklir dengan jangkauan yang jauh. Klaim ini bertentangan dengan penilaian yang dikeluarkan oleh Kantor Direktur Intelijen Nasional (ODNI) Amerika Serikat (AS).

Menurut laporan dari Kantor Federal Austria untuk Perlindungan Konstitusi, ambisi Iran untuk menjadi kekuatan regional yang dominan mendorong negara tersebut untuk melakukan upaya intensif dalam mempersenjatai diri dengan senjata nuklir. Tujuannya, untuk melindungi rezim dari serangan eksternal dan memperluas pengaruhnya di Timur Tengah dan sekitarnya.

Laporan setebal 211 halaman tersebut, yang menyebutkan ancaman yang ditimbulkan Iran sebanyak 99 kali, menyatakan bahwa program pengembangan senjata nuklir Iran telah mencapai tingkat yang sangat maju. Iran juga memiliki persediaan rudal balistik yang terus bertambah, yang mampu membawa hulu ledak nuklir dalam jarak yang signifikan.

Kedutaan Besar Iran di Wina disebut sebagai salah satu yang terbesar di Eropa dan dituduh menyembunyikan petugas intelijen di balik kedok diplomatik. Badan intelijen Iran juga diduga mengembangkan dan menerapkan strategi untuk menghindari pengadaan peralatan militer, teknologi sensitif, dan bahan untuk senjata pemusnah massal.

Laporan itu menyinggung kasus Asadollah Asadi, mantan diplomat Iran yang berbasis di Wina, yang dihukum di Belgia pada tahun 2021 karena merencanakan pemboman demonstrasi oposisi di luar Paris pada tahun 2018.

Temuan badan intelijen Austria ini bertentangan dengan pandangan yang disampaikan oleh Direktur Intelijen Nasional Amerika, yang menyatakan bahwa komunitas intelijen AS masih menilai Iran tidak sedang mengembangkan senjata nuklir. Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei belum mengesahkan program senjata nuklir yang dihentikannya pada tahun 2003.

Lebih lanjut, laporan intelijen Austria menuduh Iran mengembangkan jaringan penghindaran sanksi yang canggih, yang menguntungkan Rusia.

Temuan ini dapat memperumit upaya negosiasi dengan Teheran mengenai aktivitas nuklirnya.

Pada tahun 2023, badan intelijen Eropa menemukan Iran terus menghindari sanksi AS dan Uni Eropa untuk memperoleh teknologi yang dibutuhkan bagi program senjata nuklirnya, termasuk upaya untuk menguji bom atom. Upaya ini terjadi sebelum dan sesudah Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA) 2015, yang dikenal sebagai kesepakatan nuklir Iran.

Iran juga dituduh terus mempersenjatai kelompok-kelompok milisi seperti Hamas dan Hizbullah, serta milisi Suriah.

Iran sendiri bersikeras bahwa program nuklirnya bertujuan untuk tujuan damai.

Scroll to Top