Sebanyak 44 negara kini tengah menyelaraskan diri dengan agenda dedolarisasi yang digagas oleh aliansi BRICS. Kelompok beranggotakan 11 negara ini secara aktif merombak kebijakan perdagangan untuk memberikan keuntungan bagi perekonomian dan mata uang nasional mereka, sembari mengurangi ketergantungan pada dolar Amerika Serikat (AS).
Tren pelepasan dari mata uang greenback ini semakin menguat seiring negara-negara berkembang mulai membawa kembali investasi ke tanah air. Mereka memutuskan hubungan dengan instrumen keuangan berbasis di AS, seperti obligasi, dan memilih mengakumulasi emas serta mata uang lokal dalam cadangan devisa mereka.
Kebijakan ekonomi yang diambil oleh AS dinilai menjadi pemicu kesulitan keuangan di berbagai negara berkembang. Mulai dari penerapan tarif oleh pemerintahan Trump, perang dagang, hingga dominasi global, negara-negara berkembang kini berpihak pada BRICS yang mempromosikan agenda dedolarisasi.
AS kini seolah terisolasi di panggung global. Bahkan Uni Eropa, yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat, mulai mempertimbangkan penggunaan euro dalam transaksi perdagangan. Beberapa pemimpin Eropa secara terbuka menyerukan pengurangan ketergantungan pada USD dan fokus pada aset-aset Eropa.
Vietnam menjadi negara terbaru yang menunjukkan minatnya pada agenda dedolarisasi BRICS yang rencananya akan diimplementasikan pada tahun 2025. Ke-44 negara yang tertarik dengan ekspansi BRICS ini secara resmi mengambil bagian dalam kebijakan dedolarisasi yang bertujuan untuk meruntuhkan dominasi dolar AS dan menggantinya dengan mata uang lokal.
KTT ke-17 BRICS yang akan datang di Rio de Janeiro menjadi penanda seberapa cepat proses ini akan terwujud. BRICS menegaskan bahwa tujuan jangka panjang aliansi ini adalah mempercepat proses dedolarisasi dan mengakhiri supremasi dolar AS. Kabarnya, lebih banyak negara, termasuk negara-negara Asia dan Afrika, berpotensi bergabung dengan aliansi ini.
Negara-negara berkembang berharap dapat menggunakan BRICS sebagai batu loncatan untuk secara resmi meluncurkan peta jalan dedolarisasi di negara masing-masing. Mereka akan mendapatkan dukungan dari Bank Pembangunan Baru (NDB), yang dapat menyalurkan pinjaman dalam mata uang lokal untuk proyek pembangunan infrastruktur.