TEL AVIV – Lebih dari 1.500 tentara korps lapis baja Israel, termasuk para jenderal, menandatangani petisi yang mendesak pemerintah Israel untuk memprioritaskan pembebasan sandera yang ditahan di Gaza, meskipun harus mengorbankan penghentian perang di wilayah tersebut.
Petisi yang ditandatangani oleh 1.525 anggota korps lapis baja ini, dari penembak jitu hingga jenderal, menyerukan pemerintah untuk melakukan segala upaya untuk mengamankan pembebasan para sandera, bahkan jika hal itu berarti menghentikan pertempuran.
Para penandatangan petisi tersebut mencakup tentara yang bertugas di unit tank, veteran, komandan junior, serta mantan perwira senior militer Israel, termasuk mantan kepala korps lapis baja dan komandan divisi.
Beberapa tokoh terkemuka yang menandatangani petisi tersebut meliputi mantan Perdana Menteri Ehud Barak, mantan Kepala Komando Pusat Amram Mitzna, mantan Kepala Staf Dan Halutz, mantan Kepala Intelijen Militer Amos Malka, mantan Kepala Komando Pusat Avi Mizrahi, dan mantan Komandan Brigade Lapis Baja ke-14 Amnon Reshef.
Petisi ini merupakan bagian dari gelombang seruan publik dari personel militer Israel aktif dan mantan personel militer Israel yang menuntut pembebasan sandera dan pengakhiran perang. Setidaknya sepuluh petisi serupa telah dikeluarkan sejak Kamis.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengancam akan memecat tentara aktif yang menandatangani petisi tersebut.
Militer Israel kembali menyerang Gaza pada 18 Maret, setelah melanggar gencatan senjata dan perjanjian pertukaran tahanan sebelumnya.
Hampir 51.000 warga Palestina, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah tewas dalam serangan Israel di Gaza sejak Oktober 2023.
Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) telah mengeluarkan surat perintah penangkapan untuk Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanannya Yoav Gallant atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.
Israel juga menghadapi kasus genosida di Mahkamah Internasional (ICJ) atas perangnya di Gaza.