Rupiah Tangguh di Tengah Badai: Performa Mata Uang Asia Terkoreksi

Pekan lalu (23-30 Mei 2025) menjadi periode yang kurang bersahabat bagi mata uang Asia. Hampir seluruhnya mengalami penurunan nilai terhadap dolar AS.

Won Korea Selatan mencatat penurunan terdalam, terpuruk 1,27%. Baht Thailand menyusul dengan pelemahan 1,23%, diikuti oleh Yen Jepang yang terdepresiasi 1,05%. Ringgit Malaysia dan Rupiah Indonesia juga turut melemah, masing-masing sebesar 0,59% dan 0,43%.

Penurunan ini sejalan dengan penguatan Indeks Dolar AS (DXY) sebesar 0,22%, dari 99,11 menjadi 99,33.

Sempat ada harapan pemulihan dolar setelah pengadilan federal memblokir tarif global yang diberlakukan oleh mantan Presiden Trump. Namun, analis memperkirakan pemulihan ini tidak akan berlangsung lama. Gedung Putih telah mengajukan banding atas putusan tersebut, dan diperkirakan akan terus mencari cara untuk mencapai kesepakatan dagang yang lebih menguntungkan.

Sementara itu, data ekonomi AS menunjukkan sinyal yang beragam. Jumlah klaim tunjangan pengangguran awal meningkat menjadi 240.000, level tertinggi dalam sebulan, melampaui ekspektasi pasar. Klaim lanjutan juga meningkat, mencapai level tertinggi sejak November 2021.

Rupiah Unjuk Gigi

Di tengah tekanan terhadap mata uang Asia, Rupiah justru menunjukkan ketangguhannya. Rupiah berhasil menguat terhadap Won Korea Selatan dan Baht Thailand, masing-masing sebesar 0,81% dan 0,77%. Mata uang Garuda hanya tertekan terhadap Yuan China dan Rupee India, dengan pelemahan masing-masing sebesar 0,22% dan 0,05%.

Aliran modal asing yang masuk ke pasar keuangan domestik, tercermin dari net buy sebesar Rp2,02 triliun pada Surat Berharga Negara (SBN) pada 26-27 Mei 2025, menjadi salah satu faktor pendorong apresiasi Rupiah.

Scroll to Top