Keputusan mendadak Kerajaan Arab Saudi untuk tidak menerbitkan visa haji furoda tahun ini telah menimbulkan dampak besar di Indonesia, khususnya bagi para pengusaha travel haji dan calon jemaah.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mengungkapkan bahwa kebijakan ini sangat merugikan agen perjalanan haji yang telah menginvestasikan sejumlah besar dana untuk berbagai layanan di Arab Saudi. Dana ini digunakan untuk persiapan jemaah furoda dengan harapan visa dapat diterbitkan seperti tahun-tahun sebelumnya.
Kerugian yang dialami pengusaha travel diperkirakan mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah. Mereka telah melakukan pembayaran untuk layanan Masa’ir, memesan tiket pesawat dan hotel yang harganya melonjak signifikan. Bahkan, beberapa travel telah membawa calon jemaah ke Jakarta, menanti kepastian visa hingga menit terakhir.
Naufal, salah seorang calon haji furoda, terancam gagal berangkat tahun ini padahal ia dan istrinya telah membayar ratusan juta rupiah sejak Ramadan. Ia berharap dapat diberangkatkan tahun depan atau uangnya dikembalikan penuh, meski ia menyadari sebagian dana telah digunakan untuk biaya manasik dan persiapan lainnya.
Menteri Agama menyatakan akan berusaha membantu mengatasi masalah haji furoda ini dengan menjalin komunikasi dengan Pemerintah Arab Saudi, meskipun hal ini berada di luar kewenangannya.
Haji furoda, yang diakui oleh Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, berbeda dengan haji reguler dan haji plus. Jemaah haji furoda berangkat atas undangan Kerajaan Arab Saudi dan tidak menggunakan kuota yang diberikan kepada Pemerintah Indonesia. Biaya haji furoda berkisar antara US$17.500 hingga US$25.900, jauh lebih mahal dari haji reguler yang hanya sekitar Rp55 juta. Keuntungan lainnya adalah jemaah haji furoda dapat berangkat di tahun yang sama dengan waktu pendaftaran, sementara haji reguler memerlukan antrean hingga puluhan tahun.