Harga Bitcoin mengalami tekanan signifikan dalam 24 jam terakhir, mencerminkan sentimen pasar yang bergejolak. Pada 31 Mei 2025 pukul 12:35 WIB, harga Bitcoin (BTC) terkoreksi 2,34% dalam sehari, dan anjlok 4,3% dalam seminggu terakhir, berada di level US$103.711 per BTC.
Kemunduran ini dipicu oleh mandeknya perundingan dagang antara Amerika Serikat dan China. Pernyataan tegas Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, mengenai kebuntuan negosiasi tersebut memicu aksi jual dan mendorong investor untuk menjauhi aset berisiko secara global. Ketidakpastian geopolitik memang kerap kali memengaruhi pergerakan mata uang kripto.
Tekanan jual semakin diperkuat oleh likuidasi besar-besaran pada kontrak berjangka kripto. Banyak posisi "beli" yang terpangkas, mengindikasikan tingginya tingkat leverage pada posisi bullish di pasar.
Data dari Farside Investors menunjukkan bahwa pada 29 Mei 2025, ETF Bitcoin di Amerika Serikat mencatat arus keluar bersih sebesar US$347 juta, menghentikan tren aliran dana positif selama 10 hari berturut-turut. Ironisnya, iShares Bitcoin Trust (IBIT) milik BlackRock justru mencatatkan arus masuk sebesar US$125 juta, melanjutkan rekor positif selama 34 hari berturut-turut.
Kondisi diperparah dengan outflow yang kembali terjadi pada 30 Mei 2025, mencapai US$616,1 juta. Akibatnya, dalam dua hari saja, total dana yang keluar dari ETF Bitcoin Spot mencapai US$962,9 juta, atau setara dengan Rp15,7 triliun (dengan kurs Rp16.300/US$).
Meskipun terjadi arus keluar yang signifikan, kinerja ETF Bitcoin Spot sepanjang Mei 2025 masih mencatatkan arus masuk sebesar US$5,2 miliar, atau lebih dari Rp85 triliun.