Longsor tragis yang terjadi di tambang Galian C Gunung Kuda, Cirebon, telah menelan 17 korban jiwa. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengungkapkan beberapa fakta penting terkait kejadian ini dan langkah-langkah yang diambil pemerintah daerah.
Lahan Tambang Dikendalikan Yayasan
Terungkap bahwa lahan seluas 30 hektar tempat tambang beroperasi disewakan kepada tiga yayasan. Pemerintah Provinsi Jawa Barat berencana memanggil pihak Perhutani untuk mengklarifikasi status lahan tersebut.
Perhutani Akan Dipanggil Terkait Alih Fungsi Lahan
Gubernur Dedi Mulyadi menyoroti banyaknya lahan Perhutani yang beralih fungsi menjadi area pertambangan. Ia mempertanyakan peran Perhutani sebagai pengelola hutan, bukan pengusaha tambang, dan menekankan pentingnya perbaikan diri bagi BUMN tersebut. Pemerintah daerah akan memanggil Perhutani dan Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kabupaten Cirebon untuk membahas masalah ini.
Pernah Meninjau Lokasi dan Temukan Kejanggalan
Sebelum menjabat sebagai gubernur, Dedi Mulyadi pernah mengunjungi lokasi tambang dan menemukan bahwa standar keamanan tidak terpenuhi. Meskipun demikian, tambang tersebut masih memiliki izin yang berlaku hingga Oktober 2025.
Tambang Diminta Ditutup Permanen
Gubernur telah memerintahkan penutupan permanen perusahaan pengelola tambang. Ia juga meminta Pemerintah Kabupaten Cirebon untuk segera mengubah tata ruang wilayah tersebut, mengembalikannya menjadi kawasan hijau, bukan kawasan pertambangan.
Izin Tambang Dicabut
Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah mengambil tindakan tegas dengan mencabut izin pertambangan yang dipegang oleh tiga yayasan pengelola tambang Galian C Gunung Kuda. Tindakan ini diambil sebagai bentuk sanksi administratif atas tragedi longsor yang terjadi. Salah satu koperasi pondok pesantren yang mengelola tambang tersebut adalah Al-Azhariyah.