Kerajaan Arab Saudi dikabarkan tidak akan menerbitkan visa haji furoda tahun ini, menimbulkan kebingungan di kalangan penyelenggara perjalanan ibadah haji swasta di Indonesia. Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa keputusan mengenai visa furoda sepenuhnya berada di tangan pemerintah Arab Saudi.
Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) mengungkapkan kekecewaan setelah melakukan investasi besar untuk persiapan calon jemaah. Mereka berupaya mencari kejelasan dari berbagai pihak, termasuk Kementerian Agama RI dan Kementerian Haji Arab Saudi.
Sekretaris Jenderal DPP AMPHURI, Zaky Zakaria, menyampaikan bahwa kemungkinan besar visa furoda tidak akan dibuka tahun ini, mengingat waktu wukuf semakin dekat. "Tahun ini, sistem furoda kemungkinan besar tidak akan dibuka. Semua jalur, termasuk furoda, haji khusus, haji reguler, dan haji kuota, telah ditutup untuk penerbitan visa," jelas Zaky.
AMPHURI memperoleh informasi ini setelah berkoordinasi dengan Kementerian Haji dan Umrah di Makkah, Kantor Urusan Haji (KUH) di Jeddah, Ditjen PHU Kemenag, dan melakukan konfirmasi ke sistem elektronik Masar Nusuk.
Zaky menjelaskan bahwa mekanisme furoda, sebagai visa non-kuota, merupakan hak prerogatif pemerintah Arab Saudi. Langkah ini dinilai sebagai bagian dari transformasi besar dalam sistem haji mereka, dari sistem syekh hingga sistem muassasah, dan kini beralih ke sistem syarikah berbasis perusahaan swasta.
Transformasi ini bertujuan untuk menciptakan penyelenggaraan haji yang lebih tertib, aman, dan nyaman. Pemerintah Saudi berupaya menghindari terulangnya kejadian tahun lalu, di mana banyak jemaah meninggal dunia di Mina akibat cuaca panas ekstrem dan keterbatasan fasilitas.
Zaky menduga bahwa hal ini menjadi alasan mengapa Arab Saudi tidak menerbitkan visa furoda tahun ini, mengingat visa furoda sering digunakan oleh jemaah haji non-prosedural. Data menunjukkan bahwa sebagian besar jemaah yang meninggal dunia tahun lalu adalah mereka yang non-prosedural.
Jumlah jemaah haji tahun ini secara keseluruhan lebih sedikit dibandingkan tahun 2024, dengan kuota resmi hanya sekitar 1,3 juta jemaah dari seluruh dunia, jauh menurun dibandingkan tahun lalu yang mencapai 1,8 juta. Pemerintah Saudi juga memperketat pengawasan terhadap jemaah haji non-prosedural dengan meningkatkan penjagaan di berbagai tempat, termasuk padang pasir, menggunakan drone.
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Dirjen PHU Kemenag) Hilman Latief menegaskan belum mendapatkan informasi pembukaan visa haji furoda. Pemerintah Indonesia hanya bertanggung jawab terhadap kuota resmi, yang terdiri dari haji reguler dan haji khusus. Visa furoda, sebagai visa mujamalah, merupakan urusan bisnis antara calon jemaah dan penyelenggara travel, di luar kuota nasional.
Menteri Luar Negeri RI, Sugiono, menegaskan bahwa urusan visa haji furoda adalah kewenangan Pemerintah Arab Saudi. Pemerintah berupaya melakukan pendekatan dengan Arab Saudi dan telah melakukan pembicaraan melalui Kementerian Agama, namun belum merinci lebih lanjut poin-poin pembahasan tersebut.
Haji furoda berbeda dengan haji reguler dan haji plus karena tidak menggunakan kuota yang diberikan Arab Saudi ke Pemerintah Indonesia, melainkan berangkat atas undangan dari Kerajaan Arab Saudi. Biaya visa haji furoda berkisar antara US$17.500 hingga US$25.900, jauh lebih mahal dari haji reguler yang hanya sekitar Rp55 juta. Keuntungan lainnya adalah jemaah haji furoda bisa berangkat di tahun yang sama dengan waktu pendaftaran, tanpa harus menunggu antrean bertahun-tahun seperti haji reguler.