Jakarta – Tragedi longsor di area penambangan batu Gunung Kuda, Kabupaten Cirebon, berujung pada penetapan dua tersangka. Abdul Karim (59), pemilik sekaligus penanggung jawab operasional Koperasi Pondok Pesantren Al Azariyah, dan Ade Rahman (35), Kepala Teknik Tambang (KTT), kini harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka di mata hukum.
Pihak kepolisian mengungkapkan bahwa kedua tersangka nekat melanjutkan aktivitas penambangan meskipun telah ada larangan resmi.
"Meskipun mengetahui adanya surat larangan kegiatan usaha pertambangan tanpa persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB), operasional tambang tetap berjalan hingga terjadi bencana longsor," ujar seorang sumber dari kepolisian.
Abdul Karim, sang pemilik koperasi, disebut-sebut mengetahui surat larangan dari Kantor Cabang Dinas ESDM VII Cirebon sejak 8 Januari 2025. Surat tersebut dengan tegas melarang kegiatan penambangan tanpa adanya persetujuan RKAB. Bahkan, peringatan serupa kembali dilayangkan pada 19 Maret 2025, ditujukan langsung kepada Ketua Kopontren Al-Azhariyah, meminta penghentian total kegiatan penambangan tahap operasi produksi sampai waktu yang belum ditentukan.
Sementara itu, Ade Rahman, sebagai KTT, juga tidak bisa mengelak dari tanggung jawab. Ia disebut mengetahui adanya surat larangan yang ditujukan kepada pemegang IUP dan surat peringatan dari Kantor Cabang Dinas ESDM VII Cirebon untuk menghentikan kegiatan usaha pertambangan secara khusus di lokasi kejadian.
"Abdul Karim tetap menjalankan kegiatan pertambangan dan bahkan memerintahkan Ade Rahman untuk mengoperasikan kegiatan penambangan," lanjut sumber tersebut.